Friday, December 30, 2011

Selamat merayakan Tahun Baru 1 Januari 2012 Masehi

Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya! (Mzr 118:24)

Friday, December 16, 2011

Natal Jemaat GKSS-Mattirobaji

Tanggal 16 Desember 2011 malam Jemaat GKSS Mattiro Baji merayakan Natal. Memang masih Minggu Adven, namun jemaat ini punya alasan sendiri: bagian terbesar warganya punya tradisi pulang kampung merayakan Natal sehingga Majelis Jemaat memutuskan untuk merayakan Natal lebih cepat dari waktu yang lazim. Walaupun hujan cukup deras, warga jemaat yang sekitar 100 jiwa hampir seluruhnya hadir. Sebuah spanduk bertuliskan tema dan subtema natal terpajang. Tema Natal mengikuti tema nasional dari PGI dan KWI – Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar (Yes 9:1a), sedangkan subtema tercantum: “Berfikir kritis, bertindak positif dan hidup memuliakan Allah.” Juga yang tidak lazim pada Natal kali ini adalah Khotbah Natal ditampilkan dalam bentuk film dokumenter mengenai kehidupan jemaat terpencil, jemaat GKSS Sicini di Klasis Gunung Bawakaraeng, dekat Malino, Kab Gowa. Film pendek itu dikerjakan secara amatir oleh beberapa pemuda jemaat yang menyebut diri Sobat Muda La Galiti. Nama La Galiti adalah salah seorang tokoh Bugis dari Soppeng yang pertama masuk Kristen (dibaptis di Makassar pada 17 Februari 1940) setelah beberapa lamanya bersama dua rekannya mencari kebenaran ramalan mesianis Petta Barang, yang mereka yakini menunjuk pada Yesus Kristus. Dalam film itu ditonjolkan kesetiaan sekelompok kecil jemaat (11 kepala keluarga terdiri 28 jiwa) yang tetap setia dan tabah beriman sekalipun menghadapi banyak tantangan. Gedung gerejanya dibakar (1963 oleh DI/TII dan tahun 2000 oleh kelompok anti-Kristen) Juga ditampilkan pengabdian seorang guru Kristen yang sendirian mengajar 6 kelas SD yang sebagian besar muridnya non-Kristen, dengan menerima gaji hanya 200 ribu per bulan. Penghentar Jemaat, Pdt. Ny. Ike Ngelow memberi refleksi pendek atas film dokumen itu.
Setelah kebaktian Natal, laporan penyelenggaraan disampaikan oleh Ketua Panitia, Ny. Makis Wata, yang antara lain menyebutkan adanya kegiatan pra-Natal, berupa bakti sosial di salah satu jemaat GKSS di Benteng Gajah. Sambutan-sambutan disampaikan Ketua Majelis Jemaat, Drs. Ruslan Djalang, wakil Majelis Klasis Penatua Ir. J. Tandiabang, MSc., dan Ketua Sinode GKSS, Pdt. Maays Baura, S.Th. Pada akhirnya perayaan ditutup dengan acara makan bersama, dan anak-anak sekolah minggu mendapat bingkisan Natal. Sebelum pulang Panitia dan Majelis Jemaat berfoto bersama.

Friday, December 2, 2011

Konven Pendeta



Tgl 22-24 November 2011 berlangsung Konven IV Pendeta GKSS di Pantai Wisata Galesong, Takalar. Konven dihadiri 26 pendeta GKSS.


Ibu Hiltraut Link, dosen STT INTIM, memfasilitasi pengembangan diri para pendeta melalui beberapa acara, yang dimaksudkan untuk memperlengkapi para pendeta dalam pelayanan gereja.

Wednesday, November 23, 2011

Izin renovasi gedung gereja


Doakan Jemaat GKSS Pangkep, klasis Mappatuwo, yang mendapat kesulitan merenovasi atap gerejanya yang sudah mau runtuh ...



Thn 1960-an mulai ada komunitas Protestan di kota Pangkep: terutama pegawai, polisi, guru ... Mula-mula sebagai cabang kebaktian Jemaat GKSS Maros, lalu kemudian menjadi jemaat, dan bahkan jemaat induk beberapa jemaat homebase militer di daerah Pangkep.
Kebaktian hari Minggu dapat berlangsung dengan difasilitasi para pejabat : Kepala Pengadilan, Kepala Ktr Telepon, Komandan Polisi, Bupati, dengan memakai beberapa tempat berpindah-pindah, termasuk asrama polisi dan kantor Bupati.

Thn 1985: dibolehkan membangun gedung semi permanen untuk siswa Kristen (semua murid SD dan siswa SMP) dikumpulkan belajar agama dari pendeta, karena belum ada guru agama Kristen di sekolah.
Thn 1989 menjadi gedung gereja/pastori atas izin lisan Bupati;
Thn 2006: sidang sinode GKSS yang disetujui Bupati di lokasi terpencil di hutan milik balai kehutanan (di Tabotabo) terpaksa dipindahkan ke Makassar, karena diprotes kalangan Islam.
Tahun 2011 ada izin lisan Bupati untuk renovasi tiang dan atap bangunan yang sudah keropos dimakan rayap.
Bulan Agustus 2011 ada penolakan masyarakat dan ormas Muslim Kab. Pangkajene dan Kepulauan, dengan tuduhan rumah tinggal disulap jadi gereja. Fihak Dinas PU Kab. Pangkep juga menuntut IMB. Percakapan dengan FKUB minta proses gedung baru: harus mulai dengan persetujuan penduduk sekitar, dst sesuai Peraturan Bersama 2 Menteri No. 9 dan 8 thn 2006.
Majelis Jemaat & Panitia: meminta kepada Bupati supaya diperlakukan sebagai renovasi, bukan izin bangunan baru. Sampai sekarang belum ada jawaban ...

Mazmur 10:12 Bangkitlah, TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas.

Tuesday, November 22, 2011

Sekolah Minggu GKSS

(Luk 18:15-17 ITB)15 Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
16 Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
17 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."








Foto anak-anak Sekolah Minggu di Soppeng (Klasis Walanae)

Tuesday, November 8, 2011

Lima Poin Calvinisme

Tanggal 9 November 2011 peserta International Conference on Protestant Church Polity in Changing Contexts -- yang diselenggarakan oleh Protestantse Theologische Universiteit te Kampen dan Protestantse Kerk in Nederland, di Utrecht, Negeri Belanda, tgl 7-10 November 2011 -- “berziarah” kota Dordrecht. [Dari Indonesia hadir: Lazarus Purwanto, Roy Alexander Surjanegara, Lia Wth,Jusni Saragih, dan Zakaria Ngelow] Sebagaimana anda (dapat) pelajari dalam sejarah gereja, di kota ini pada tahun 1618-1619 berlangsung persidangan sinode gereja Kalvinis Belanda, yang antara lain menghasilkan dokumen ajaran yang disebut Canons of Dort, yang berisi pokok-pokok ajaran menolak ajaran aliran Remonstran, suatu aliran Kristen yang menekankan peran serta manusia dalam keselamatan. Para pelanjut ajaran Kalvinis kemudian merumuskan pokok-pokok ajaran itu, yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan singkatan TULIP. Berikut suatu rangkuman dalam bahasa Inggeris.

Di bawah ada teks bahasa Indonesia, hasil terjemahan Google, yang masih perlu diluruskan
Semoga berguna,




Five points of Calvinism

http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Points_of_Calvinism#Five_points_of_Calvinism

Calvinist theology is sometimes identified with the five points of Calvinism, also called the doctrines of grace, which are a point-by-point response to the five points of the Arminian Remonstrance (see History of Calvinist-Arminian debate) and which serve as a summation of the judgments rendered by the Synod of Dort in 1619. Calvin himself never used such a model and never combated Arminianism directly. In fact, Calvin died in 1564 and Jacob Arminias was born in 1560, and so the men were not contemporaries. The Articles of Remonstrance were authored by opponents of reformed doctrine and Biblical Monergism. They were rejected in 1619 at the Synod of Dort, more than 50 years after the death of Calvin.
The five points therefore function as a summary of the differences between Calvinism and Arminianism, but not as a complete summation of Calvin's writings or of the theology of the Reformed churches in general. In English, they are sometimes referred to by the acronym TULIP (see below), though this puts them in a different order than the Canons of Dort.
The central assertion of these canons is that God is able to save every person upon whom he has mercy, and that his efforts are not frustrated by the unrighteousness or inability of humans.
• "Total depravity": This doctrine, also called "total inability", asserts that as a consequence of the fall of man into sin, every person born into the world is enslaved to the service of sin. People are not by nature inclined to love God with their whole heart, mind, or strength, but rather all are inclined to serve their own interests over those of their neighbor and to reject the rule of God. Thus, all people by their own faculties are morally unable to choose to follow God and be saved because they are unwilling to do so out of the necessity of their own natures. (The term "total" in this context refers to sin affecting every part of a person, not that every person is as evil as possible.) This doctrine is borrowed from Augustine who was a member of a Manichaean sect in his youth.
• "Unconditional election": This doctrine asserts that God has chosen from eternity those whom he will bring to himself not based on foreseen virtue, merit, or faith in those people; rather, it is unconditionally grounded in God's mercy alone. God has chosen from eternity to extend mercy to those He has chosen and to withhold mercy from those not chosen. Those chosen receive salvation through Christ alone. Those not chosen receive the just wrath that is warranted for their sins against God
• "Limited atonement": Also called "particular redemption" or "definite atonement", this doctrine asserts that Jesus's substitutionary atonement was definite and certain in its design and accomplishment. This implies that only the sins of the elect were atoned for by Jesus's death. Calvinists do not believe, however, that the atonement is limited in its value or power, but rather that the atonement is limited in the sense that it is designed for some and not all. Hence, Calvinists hold that the atonement is sufficient for all and efficient for the elect. The doctrine is driven by the Calvinistic concept of the sovereignty of God in salvation and their understanding of the nature of the atonement.
• "Irresistible grace": This doctrine, also called "efficacious grace", asserts that the saving grace of God is effectually applied to those whom he has determined to save (that is, the elect) and, in God's timing, overcomes their resistance to obeying the call of the gospel, bringing them to a saving faith. This means that when God sovereignly purposes to save someone, that individual certainly will be saved. The doctrine holds that every influence of God's Holy Spirit cannot be resisted, but that the Holy Spirit, "graciously causes the elect sinner to cooperate, to believe, to repent, to come freely and willingly to Christ."
• "Perseverance of the saints": Perseverance (or preservation) of the saints (the word "saints" is used in the Biblical sense to refer to all who are set apart by God, and not in the technical sense of one who is exceptionally holy, canonized, or in heaven). The doctrine asserts that since God is sovereign and his will cannot be frustrated by humans or anything else, those whom God has called into communion with himself will continue in faith until the end. Those who apparently fall away either never had true faith to begin with or will return.

Terjemahan Google:

Teologi Calvinis kadang-kadang diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme, juga disebut doktrin anugerah, yang merupakan respons titik-demi-point ke lima poin dari bantahan Arminian (lihat Sejarah Calvinis-Arminian debat) dan yang berfungsi sebagai penjumlahan dari penilaian yang diberikan oleh Sinode Dort tahun 1619. Calvin sendiri tidak pernah digunakan seperti model dan pernah diperangi Arminianisme secara langsung. Bahkan, Calvin meninggal pada 1564 dan Yakub Arminias lahir di 1560, sehingga orang itu tidak sezaman. Anggaran bantahan yang ditulis oleh penentang doktrin direformasi dan Monergism Alkitab. Mereka ditolak tahun 1619 di Sinode Dort, lebih dari 50 tahun setelah kematian Calvin.
Oleh karena itu lima poin berfungsi sebagai ringkasan dari perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai penjumlahan lengkap tulisan-tulisan Calvin atau teologi gereja-gereja Reformed pada umumnya. Dalam bahasa Inggris, mereka kadang-kadang disebut dengan singkatan TULIP (lihat di bawah), meskipun ini menempatkan mereka dalam urutan yang berbeda dari Kanon Dort.
Penegasan utama dari kanon adalah bahwa Allah mampu menyelamatkan setiap orang kepada siapa ia memiliki belas kasihan, dan bahwa usahanya tidak frustrasi oleh kejahatan atau ketidakmampuan manusia.
• "kebejatan total": Doktrin ini, juga disebut "ketidakmampuan total", menegaskan bahwa sebagai konsekuensi dari kejatuhan manusia ke dalam dosa, setiap orang lahir ke dunia ini diperbudak untuk melayani dosa. Orang tidak oleh alam cenderung untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, atau kekuatan, tetapi semua cenderung untuk melayani kepentingan mereka sendiri atas orang-orang dari tetangga mereka dan menolak aturan Allah. Jadi, semua orang oleh fakultas mereka sendiri secara moral tidak dapat memilih untuk mengikuti Tuhan dan diselamatkan karena mereka tidak mau melakukannya karena kebutuhan kodrat mereka sendiri. (Istilah "total" dalam konteks ini mengacu pada dosa mempengaruhi setiap bagian dari seseorang, tidak bahwa setiap orang adalah sebagai jahat mungkin.) Doktrin ini dipinjam dari Agustinus yang merupakan anggota sebuah sekte Manichaean di masa mudanya.
• "pemilihan tak bersyarat": Doktrin ini menegaskan bahwa Allah telah memilih dari kekekalan mereka yang ia akan membawa dirinya tidak didasarkan pada kebajikan diramalkan, jasa, atau iman orang-orang, melainkan adalah tanpa syarat didasarkan pada kemurahan Allah saja. Allah telah memilih dari kekekalan untuk memperluas rahmat kepada mereka dan Ia telah memilih untuk menahan rahmat dari mereka yang tidak dipilih. Mereka yang terpilih menerima keselamatan melalui Kristus saja. Mereka tidak dipilih hanya menerima murka yang dijamin untuk dosa-dosa mereka terhadap Allah
• "Penebusan terbatas": Juga disebut "penebusan khusus" atau "penebusan yang pasti", doktrin ini menegaskan bahwa Yesus adalah penebusan dosa yang pasti dan tertentu dalam desain dan prestasi. Ini berarti bahwa hanya dosa-dosa umat pilihan itu ditebus oleh kematian Yesus. Calvinis tidak percaya, bagaimanapun, bahwa penebusan terbatas dalam nilai atau kekuasaan, melainkan bahwa penebusan terbatas dalam arti bahwa itu dirancang untuk beberapa dan tidak semua. Oleh karena itu, Calvinis berpendapat bahwa penebusan cukup untuk semua dan efisien untuk umat pilihan. Doktrin ini didorong oleh konsep Calvinis tentang kedaulatan Allah dalam keselamatan dan pemahaman mereka tentang sifat penebusan.
• "kasih karunia Ditolak": Doktrin ini, juga disebut "kasih karunia berkhasiat", menegaskan bahwa kasih karunia penyelamatan Allah secara efektif diterapkan untuk orang-orang yang ia telah bertekad untuk menyelamatkan (yaitu, memilih) dan, dalam waktu Tuhan, mengatasi perlawanan mereka untuk mematuhi panggilan Injil, membawa mereka ke iman yang menyelamatkan. Ini berarti bahwa ketika Tuhan berdaulat tujuan untuk menyelamatkan seseorang, individu yang pasti akan diselamatkan. Memegang doktrin bahwa setiap pengaruh Roh Kudus Allah tidak bisa ditolak, tetapi bahwa Roh Kudus, "anggun menyebabkan orang berdosa memilih untuk bekerja sama, untuk percaya, untuk bertobat, untuk datang bebas dan sukarela kepada Kristus."
• "Ketekunan orang-orang kudus": Ketekunan (atau pelestarian) dari orang-orang kudus (kata "orang kudus" digunakan dalam arti Alkitab untuk merujuk kepada semua yang diatur terpisah oleh Tuhan, dan bukan dalam arti teknis dari satu yang sangat suci, dikanonisasi, atau di surga). Doktrin ini menegaskan bahwa karena Allah berdaulat dan kehendak-Nya tidak dapat frustasi oleh manusia atau apa pun, mereka yang Allah telah memanggil ke dalam persekutuan dengan dirinya sendiri akan terus dalam iman sampai akhir. Mereka yang tampaknya terjatuh baik tidak pernah iman yang benar untuk memulai dengan atau akan kembali.

Monday, November 7, 2011

Berjuang Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan

http://pgi.or.id/article/82664/berjuang-mewujudkan-perdamaian-dan-keadilan.html

Konsultasi Teologi Nasional PGI di Wisma Bahtera, Cipayung (31 Oktober – 4 November 2011) telah berakhir. Para teolog, yang telah mengeluarkan tenaga dan pikirannya, telah menghasilkan rumusan rencana tindakan bagi gereja-gereja, umat Kristen di Indonesia, dan akademisi teologi.
Selengkapnya hasil rumusan Konsultasi Teologi Nasional PGI dapat dibaca di sini:

BERJUANG MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DAN KEADILAN
Konsultasi Teologi Nasional Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
Wisma Bahtera, Cipayung (31 Oktober – 4 November 2011)

1. PENGANTAR
Saatnya telah tiba bagi gereja-gereja Indonesia, bersama dengan seluruh bangsa Indonesia, untuk menegaskan ulang kehidupan-bersama sebagai masyarakat yang majemuk, demi menuju masa depan yang penuh dengan damai sejahtera, sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Penegasan ulang kehidupan-bersama ini merupakan tindakan iman yang berakar pada keyakinan kepada Allah, yang dengan penuh kesetiaan berkarya bagi dunia yang diciptakan-Nya dan dicintai-Nya melalui Yesus Kristus, Kepala Gereja dan Juruselamat, serta di dalam kuasa Roh Kudus yang menghidupi seluruh ciptaan. Tindakan iman ini menjadi sebuah komitmen umat Kristen kepada bangsa Indonesia untuk ikut-serta merawat dan memperkaya kehidupan-bersama. Komitmen ini juga mendorong umat Kristen Indonesia untuk mengusahakan kehidupan-bersama tersebut di dalam persaudaraan dengan semua elemen bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai suku, agama, dan kelompok-kelompok sosial-kultural lain.
Bertolak dari komitmen tersebut, kami, peserta Konsultasi Teologi Nasional, telah berusaha bersama-sama berbagi pengalaman dan cerita, mendengarkan dengan segenap hati berbagai penderitaan yang dialami oleh anak bangsa, serta memahami dengan segala keterbatasan kami akar-akar persoalan kehidupan-bersama bangsa Indonesia. Keprihatinan ini telah kami gumuli bersama-sama melalui Konsultasi Teologi Nasional Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, yang berlangsung di Wisma Bahtera, Cipayung, pada tanggal 31 Oktober sampai dengan 4 November 2011. Konsultasi yang dilaksanakan dengan tema, “Berteologi dalam Konteks: Meretas Jalan menuju Perdamaian, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan,” diikuti oleh 168 orang dari seluruh Indonesia.
Dari seluruh proses konsultasi tersebut, kami menyatakan keyakinan, pergumulan sekaligus pengharapan kami berkaitan dengan martabat manusia, perdamaian, dan keadilan antargereja dan antaragama, tanggapan atas kebijakan ekonomi Indonesia, serta undangan bagi gereja-gereja dan pendidikan teologi untuk kembali kepada kehidupan.

2.MENEGASKAN ULANG MARTABAT MANUSIA
Umat Kristen Indonesia diperhadapkan pada kenyataan terjadinya perendahan martabat manusia dan pelanggaran hak asasi dalam segenap aspek kehidupan. Kami menyaksikan dan mengalami berbagai tindak kekerasan, seperti penindasan perempuan, penelantaran anak-anak dan usia lanjut, pengabaian aspirasi kaum muda, penolakan untuk hidup bersama dengan mereka yang berbeda (agama, suku, ideologi, orientasi seksual, dan sebagainya), pengingkaran hak-hak dasar masyarakat adat, serta perusakan lingkungan yang mengancam kehidupan. Keadaan ini diperparah oleh kerakusan sebagai salah satu roh zaman ini yang mendorong kecenderungan manusia untuk hanya memikirkan dirinya sendiri, yang sering kali berakibat pada pengabaian terhadap sesama ciptaan.
Kami menyaksikan juga semakin sistemiknya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang terjadi di berbagai aspek kehidupan-bersama. Semua usaha untuk memperkaya diri sendiri ini semakin memperparah proses pemiskinan bagi banyak rakyat Indonesia. Kami menyaksikan betapa ketidakadilan ini semakin lama semakin dianggap lumrah. Sanksi sosial dan kepastian hukum tidak berlaku lagi. Sebagian anggota masyarakat dan pemerintah bahkan membiarkan keadaan ini terus berlangsung.
Di tengah-tengah kenyataan ini, kami mengakui bahwa umat Kristen, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, sering kali gagal mewartakan Injil perdamaian dan keadilan dan bahkan kerap menjadi pelaku dari proses perendahan martabat manusia.
Kami mengakui bahwa martabat setiap manusia di dalam dirinya diberikan oleh Allah Pencipta. Umat Kristen memahami kebenaran ini melalui Yesus Kristus, serta dialami di dalam kuasa Roh Pemberi Kehidupan. Tujuan hidup manusia adalah untuk mengambil bagian ke dalam kehidupan yang Allah berikan kepada seluruh ciptaan.
Tanpa hubungan dengan Allah, manusia tergoda untuk memusatkan hidup kepada dirinya sendiri dan dengan demikian mengalami perendahan martabat hidup. Dosa merupakan sebuah realitas yang nyata di mana hubungan antara manusia dan Allah rusak, yang berakibat pula pada rusaknya gambar-diri manusia, hubungan antara manusia dan sesamanya, dan hubungan dengan seluruh ciptaan lainnya.
Pemulihan hubungan tersebut dimungkinkan oleh karya pendamaian Yesus Kristus, Sang Gambar Allah, di dalam kuasa Roh Kudus. Kehidupan yang baru tersebut terwujud secara nyata melalui kehidupan-bersama yang diwarnai oleh perdamaian dan keadilan yang berwawasan keutuhan ciptaan. Inilah pusat dari Injil Yesus Kristus.
Sebagai persekutuan orang-orang percaya, gereja merupakan salah-satu tanda kehadiran dari misteri ilahi, yang mengundang seluruh ciptaan untuk mengambil bagian ke dalam karya perdamaian dan keadilan. Oleh karena itu, sebagai bagian dari misi Allah bagi dunia, misi gereja harus dikerjakan dalam kerjasama yang saling menghargai dengan kelompok-kelompok lain. Keterlibatannya dengan dunia memberi kemungkinan ganda bagi gereja, baik untuk menghadirkan Injil, maupun untuk terjatuh ke dalam dosa dan kesalahan dunia. Itu sebabnya, gereja harus sungguh-sungguh menggantungkan diri pada anugerah Allah dan menaati undangan pertobatan untuk kembali kepada panggilannya.
Umat Kristen Indonesia dipanggil untuk berani menyampaikan suara kenabian yang kritis di tengah realitas perendahan martabat manusia, tanpa kehilangan kesediaannya untuk melakukan proses transformasi dan koreksi diri atas pemahaman dan praktik hidup yang berlawanan dengan nilai-nilai Injil yang berpusat pada kehidupan. Umat Kristen Indonesia perlu mempertegas keberpihakannya pada mereka yang direndahkan martabatnya, yang dikerjakan secara dialogis dan tanpa kekerasan dengan berbagai kelompok masyarakat.

3.MERAYAKAN KEHIDUPAN-BERSAMA
Kami menyaksikan bahwa angka pertumbuhan dan pertambahan gereja telah meningkat pesat belakangan ini. Kini, tak semata-mata hanya ada PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), melainkan juga persekutuan-persekutuan antargereja lain, yang mulai saling mengakui dan menerima. Gerakan oikoumenis gereja-gereja di Indonesia, dalam komitmen untuk merayakan kehidupan-bersama, bahkan telah menghasilkan dokumen Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM-PGI). Dokumen ini merupakan tonggak penting gerakan keesaan gereja di Indonesia agar tidak semata-mata bergerak ke arah dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri. Perspektif oikoumenis ini tak dapat dilepaskan dari pengakuan akan adanya pluralitas teologi, tradisi dan praktik bergereja. Apa pun latar belakang denominasinya, gereja-gereja dipanggil untuk semakin menyatakan hakikatnya sebagai satu “tubuh Kristus.”
Namun, pengingkaran terhadap keberagaman dan perbedaan denominasi serta praktik bergereja masih berlangsung. Perbedaan pemahaman mengenai baptisan dan perpindahan warga ke gereja lain merupakan dua dari banyak contoh yang bisa membuat hubungan antargereja menjadi tegang. Kerjasama oikoumenis masih terbatas pada kegiatan-kegiatan seperti pertukaran pelayan mimbar, perayaan Paska dan Natal bersama, serta kehadiran dalam pertemuan atau konsultasi-konsultasi. Kerjasama yang lebih signifikan dan strategis masih sangat terbatas dan perlu ditingkatkan.
Di lingkungan agama-agama, keberadaan kelompok garis-keras memperlihatkan bahwa keberagaman agama-agama masih ditolak. Memang, sebagian besar orang mengakui adanya keberagaman identitas sosial, sekalipun diterima secara terbatas. Keberagaman dan perbedaan diakui, namun dilihat dengan sikap curiga dan merasa terancam, sehingga tak terjadi pergaulan yang saling memperkaya. Larangan beribadah dan penutupan rumah ibadah secara paksa oleh kelompok garis keras semakin banyak terjadi.
Kami mengecam campur-tangan negara ke dalam ranah kehidupan beragama, sebagaimana dicontohkan dari kasus-kasus perumusan dan pelaksanaan perda-perda bermuatan agama yang diskriminatif dan pelarangan agama-agama atau kelompok-kelompok agamawi yang tidak dianggap resmi oleh pemerintah. Umat Kristen Indonesia, bersama-sama dengan umat beragama lain, perlu menuntut penyelenggara negara untuk memenuhi tugas konstitusionalnya untuk menjamin kebebasan beragama, beribadah, dan mendirikan tempat beribadah.
Kami berjuang dan mendukung segala usaha untuk mengembangkan sikap proaktif dan positif dalam memahami umat beragama lain, membangun sikap hormat terhadap umat beragama lain, dan saling bekerjasama demi kebaikan bersama. Tembok-tembok pemisah dengan kelompok-kelompok yang berbeda harus diubah menjadi jembatan yang membawa perdamaian. Kami percaya bahwa pada dasarnya agama-agama mengajarkan kesetaraan, cinta-kasih, keadilan, dan perdamaian.

4. MENUJU EKONOMI YANG ADIL DAN MEMANUSIAKAN MANUSIA
Keadaan ekonomi pada satu generasi terakhir menunjukkan bahwa kesejahteraan manusia Indonesia secara umum terus membaik dan bahwa sebagian warga Indonesia bahkan menjadi sangat sejahtera, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa masih sangat banyak rakyat Indonesia yang kurang atau bahkan tidak berhasil menikmati buah-buah pembangunan ekonomi. Fakta bahwa satu dari dua orang Indonesia masih berpenghasilan di bawah dua dollar per hari membuktikan bahwa kebijakan pembangunan Indonesia selama ini masih tidak berpihak kepada orang-orang miskin. Masih banyak kantong-kantong kemiskinan yang terabaikan.
Kami menyaksikan banyak kebijakan yang lebih ditujukan untuk memfasilitasi kemajuan pertumbuhan ekonomi rakyat yang sudah sejahtera daripada mendorong pelebaran kesempatan bagi rakyat yang miskin untuk mengangkat diri mereka dari kemiskinan.
Sehubungan dengan ekonomi, teologi Kristen berpijak pada ketegangan di antara dua kutub pengalaman manusia, yaitu kenyataan kemiskinan yang meluas dan harapan kesejahteraan untuk semua orang. Sehubungan dengan kemiskinan, secara eksplisit Allah memerintahkan para pemimpin rakyat untuk “melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas … orang lemah, dan orang miskin”(Mzm. 72:12-14). Bahkan, secara spesifik, semua orang dilarang untuk “memeras pekerja harian yang miskin dan menderita” (Ul. 24:14). Dalam hal kesejahteraan, Allah menghendaki seluruh umat-Nya hidup di dalam kesejahteraan bersama dan mengupayakannya (bdk. Ul. 4:37-40; Yer. 29:7).
Kami mendesak para penyelenggara negara untuk mempertahankan, menciptakan, menerapkan, dan melanjutkan kebijakan-kebijakan ekonomi di tingkat nasional dan daerah yang memberi kesempatan yang sama bagi semua rakyat Indonesia dan berpihak kepada kelompok-kelompok rakyat yang paling miskin. Pemihakan ini harus dilakukan melalui dibukanya kesempatan seluas mungkin kepada orang miskin untuk menggapai kesejahteraan yang setinggi-tingginya.
Kami percaya bahwa semua orang berhak memperjuangkan kesejahteraan mereka sendiri, selama tidak merugikan ciptaan lain. Bersamaan dengan itu, kami mendesak kepada para penyelenggara negara untuk menghapuskan dan tidak membuat kebijakan-kebijakan yang menghambat pemerataan kesejahteraan dan yang secara diskriminatif hanya menguntungkan segolongan pihak, sementara banyak rakyat miskin menjadi korban.
Kami menyerukan kepada umat Kristen Indonesia untuk menyatakan sikap pemihakan yang jelas bagi orang miskin, sikap kritis terhadap proses perumusan dan pemberlakuan kebijakan ekonomi, serta sikap hidup yang jujur, hemat, dan kerja keras. Seluruh sikap tersebut harus terwujud di dalam kehidupan pribadi, keluarga, komunitas, masyarakat, dan negara. Kami menegaskan perlunya sikap waspada atas dampak-dampak negatif dari sistem ekonomi pasar bebas dan kapitalisme.

5. UNDANGAN UNTUK MEMIHAK KEHIDUPAN
Kami mengakui bahwa gerakan oikoumene (kebersamaan antargereja) yang dikembangkan di Indonesia ternyata baru sebatas kegiatan-kegiatan seremonial, namun belum terwujud ke dalam karya-karya sosial yang menjawab kebutuhan gereja dan masyarakat. Keadaan ini lebih diperparah dengan makin maraknya perpecahan yang terjadi di dalam tubuh gereja. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari pendidikan teologi yang kurang merespons kebutuhan aktual warga gereja dan memelopori perkembangan teologi yang kontekstual.
Allah berpihak kepada kehidupan bagi semua ciptaan-Nya, terutama mereka yang menderita, tersisih, dan tertindas. Dalam konteks Indonesia, respons kasih kepada sesama harus diarahkan kepada orang miskin, penganut agama-agama yang tertindas, daerah-daerah tertinggal dan perbatasan, pekerja migran, orang berkebutuhan khusus, korban bencana alam, orang yang hidup dengan HIV/AIDS, LGBT (lesbian, gay, biseksual, transjender/transseksual), kaum perempuan yang mengalami diskriminasi dan penindasan, para korban perdagangan manusia, dan masih banyak lagi. Kepedulian terhadap lingkungan yang sekaligus menjadi sumber penunjang kehidupan perlu diarahkan kepada pencegahan pengrusakan hutan tropis, pemunahan margasatwa, eksploitasi sumberdaya alam, polusi, dan pemanasan global.
Upaya untuk mengatasi dan merespons permasalahan tersebut membutuhkan cara berteologi yang baru, yang berkaitan dengan semangat oikoumenis dalam relasi dengan sesama ciptaan. Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM-PGI) yang sudah disepakati bersama dapat menjadi kerangka acuan bagi gerakan oikoumenis. Untuk itulah, kami percaya bahwa semua warga gereja, khususnya generasi muda, perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan semangat oikoumenis melalui berbagai cara.
Perguruan teologi merupakan agen utama dalam mensosialisasikan dan mengembangkan cara-cara berteologi yang baru, sejalan dengan teologi sebagai ilmu yang terbuka untuk semua orang. Untuk itu, kami menyerukan agar perguruan teologi merevisi dan mengembangkan kurikulum yang dapat mengakomodasi perubahan yang sedang berlangsung. Dalam konteks ini perlu dikembangkan juga teologi feminis, teologi lingkungan, dan teologi agama-agama.

Saturday, October 22, 2011

Latar dan Tafsir Kitab Wahyu

sumber: Kitab Wahyu: Pendahuluan, Argumen dan Garisbesar, oleh Daniel B. Wallace
[http://bible.org/article/kitab-wahyu-pendahuluan-argumen-dan-garisbesar]


D. Latarbelakang dan Tujuan
1. Latarbelakang

Latarbelakan tulisan ini sangat mungkin terjadi saat penganiayaan gencar terjadi pada orang-orang Kristen (1:9). Jika ini berkaitan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh Domitianic, maka Penilik Patmos ini akan berpikir sampaikapan eskaton itu akan terjadi. Kemungkinan besar ia menyakini bahwa penganiayaan yang ia alami menunjukkan bahwa akhir zaman itu telah sangat dekat. Saat itu berakhir, ada satu gelombang penggenapan (sama seperti saat Hadrian meratakan Yerusalem pada 135 CE akan menjadi gelombang ketiga, dst.). Namun harapan eskatologis selalu ada dalam tulisan-tulisan PB—khususnya dalam masa-masa sulit, sama seperti pentingnya kesabaran yang selalu diperlukan.
2. Tujuan

Kitab Wahyu ditujukan untuk mendorong orang percaya dalam penganiayaan di zaman Romawi, dengan mengungkapkan bahwa Mesias mereka masih memegang kendali dan pada akhirnya akan menjadi pemenang. Dikaitkan dengan keadaan di zaman sekarang, meski saya meyakini posisi futuris ada banyak kebenaran dalam posisi preteris. Paling tidak Yohanes menggunakan keadaan di zamannya sebagai referensi awal dalam interpretasi teksnya, dan lebih dari itu, ia sendiri mungkin menulis tulisannya dengan cara seperti itu karena ia berpikir akhir zaman telah sangat dekat. Sejalan dengan tujuan ini, maka orang yang menafsirkan Wahyu dengan satu aliran saja akan kehilangan banyak yang disiratkan dalam kitab ini.18
E. Aliran-aliran Interpretasi19

Ada empat aliran interpretasi (dalam hal skema kronologi kitab Wahyu, bukan dalam hal aliran eskatologi semata): preteris, historis, futuris, dan idealis.

(1) Pendekatan preteris percaya bahwa “Wahyu hanyalah satu gambaran keadaan kekaisaran abad pertama.”20 Meski, seperti yang telah kami jelaskan, kita tidak bisa memisahkan interpretasi kitab ini dari latarbelakangnya (dengan demikian ada kebenaran dalam pendekataan ini), namun pandangan seperti ini tidak bisa dengan memadai menjelaskan semua data dalam kitab Wahyu, karena pengarangnya menyatakan dengan gamblang bahwa kitab ini adalah tulisan yang menjelaskan masa depan (cf. 4:1).

(2) Pendekatan historis (atau historikis-berlanjut) “melihat kitab Wahyu sebagai satu presntasi simbolis keseluruhan sejarah gereja sejak awal abad pertama hingga akhir zaman.”21 Namun ada beberapa persoalan dengan pandangan ini. “Pertama, identifikasi yang pasti atas kejadian-kejadian sejarah dengan simbol-simbolnya tidak pernah bisa lengkap dibuat, bahkan setelah kejadian-kejadian tersebut terjadi…. Kedua, para penafsir aliran historikal tidak pernah bisa dengan memuaskan menjelaskan mengapa satu nubuatan umum harus dibuat menguntungkan kekaisaran Roma bagian barat…. Ketiga, kalau memang pendekatan historis-berlanjut benar, maka prediskinya akan cukup mudah agar para pembacanya [yang mula-mula] bisa memahami apa maksudnya [cf. 22:10].”22

(3) Pendekatan futuris berpendapat bahwa “semua versi dari Wahyu 4:1 hingga bagian akhir kitab ini akan nanti digenapi pada periode segerea sebelum dan mengikuti kedatangan Kristus yang kedua.”23 Pendekatan ini adalah yang paling memuaskan karena (1) kemungkinan bahwa 1:19 dimaksudkan untuk menjadi garisbesar kitab ini; (2) terminus ad quem atas kedatangan Kristus yang kedua sebenarnya mendukung hal in, karena “saat kejadian-kejadian ini mengarah pada terminus ini dalam suksesi yang dekat, orang akan mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan berkata bahwa banyak dari kejadian ini masih harus terjadi di mas depan karena penggenapannya belum terjadi dan karena simbol-simbolnya nampaknya merupakan pergantian kejadian-kejadian yang terjadi dengan cepat dan bukan merupakan satu proses yang lama”;24 dan (3) “semakin seseorang menggunakan interpretasi literal, maka semakin ia akan menjadi seorang futuris.”25

(4) Pendekatan idealis beanggapan, “Wahyu mewakili konflik abadi antara kebaikan dan kejahatan yang berlangsung di sepanjang masa, meski dalam hal ini hal itu memiliki aplikasi tertentu bagi zaman gereja.”26 Namun sama seperti pandangan aliran preteris, pendekatan ini mengabaikan elemen prediktif dalam kitab ini. Singkatnya, “pandangan idealist memang memiliki banyak kebenaran. Kesalahannya tidak terdapat dalam apa yang ditegaskannya melainkan banyak dalam apa yang dibantahnya.”27

Pendakatan kita terhadap kitab Wahyu pada dasarnya adalah dari perspektif futuris, meski aliran preteris dan idealis tidak bisa sepenuhnya dikesampingkan karena nampaknya juga ini merupakan bagian dari tujuan pengarangnya.

Catatan:
18 Sebenarnya, ada kebenaran dalam pandangan idealist, karena pada eskaton yang terakhir, pergumulan antara kebaikan dan kejahatan akan sirna, sebagai satu contoh nyata, atas apa yang selalu dikaitkan dalam perjuangan seperti itu pada prinsipnya.

19 Dalam menghadapi hal ini, lihat M. C. Tenney, Interpreting Revelation, 136-46. Komentar kami disini perlu lebih ringkas.

20 Tenney, ibid., 136.; 21 Ibid., 137.; 22 Ibid., 138-39.; 23 Ibid., 139.; 24 Ibid., 142.; 25 Ibid.; 26 Ibid., 143.; 27 Ibid.

Friday, September 30, 2011

Sakramen Perjamuan Kudus Sedunia

[dari http://new.gkikb.or.id/info-umum/kebaktian/126-perjamuan-kudus/444-perjamuan-kudus.html]

Hari MINGGU tanggal 2 OKTOBER 2011

K ita akan merayakan perjamuan kudus. Untuk menyambut dan ikut serta dalam perayaan itu, marilah kita mempersiapkan diri secara bersama-sama

1. Pada perjamuan malam terakhir, Kristus menghendaki kita merayakan perjamuan kudus untuk mengenang-Nya. Mengenang Kristus berarti mengalami kehadiran-Nya seperti murid-murid-Nya dahulu mengalami kehadiran-Nya bersama mereka. Mengenang Kristus juga berarti menyadari secara pribadi seluruh kehidupan Kristus yang diberikan-Nya bagi keselamatan dunia, sejak Ia lahir, melayani, menderita sengsara, mati, dibangkitkan, dan dimuliakan di surga.

Marilah kita merenungkannya:
- Apakah Saudara benar-benar rindu untuk berjumpa secara pribadi dengan Kristus, untuk mengalami kasih, kuasa, dan kebenaran-Nya yang membarui hidup Saudara?
- Apakah Saudara menghayati bahwa seluruh kehidupan dan karya Kristus, yaitu kelahiran-Nya, pelayanan-Nya, penderitaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga, sampai dengan kedatangan-Nya kembali, terkait erat dengan kehidupan Saudara?

2. Pada perjamuan malam terakhir, ketika Kristus memecah roti dan mengangkat cawan, Ia membagikan tubuh dan darah-Nya sendiri kepada murid-murid-Nya. Menerima tubuh dan darah-Nya berarti dipersatukan dengan Kristus sehingga Ia menjadi Kepala dan kita tubuh-Nya. Menerima tubuh dan darah-Nya berarti dipersatukan dengan semua orang yang menerima-Nya juga menjadi satu tubuh dan satu roh.

Marilah kita merenungkannya:
- Apakah Saudara menghayati bahwa Kristus adalah Kepala seluruh kehidupan Saudara, dalam hidup berjemaat dan bermasyarakat, dalam keluarga dan pekerjaan Saudara?
- Apakah Saudara menghayati bahwa Saudara adalah anggota tubuh Kristus, yang saling mengasihi seorang terhadap yang lain?

3. Ketika kita bersatu dengan Kristus, Roti Hidup yang dipecah-pecahkan bagi dunia ini, kita pun dipersatukan dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Dipersatukan dengan Kristus berarti diutus untuk mengosongkan dan menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Kristus. Dipersatukan dengan Kristus berarti diutus untuk memberi hidup kita demi keselamatan dunia.

Marilah kita merenungkannya:
- Apakah dalam persekutuan dengan Kristus, Saudara mau berkurban dan menjadi berkat bagi sesama Saudara?
- Apakah Saudara menyadari bahwa sebagai anggota tubuh Kristus di tengah dunia, Saudara menjadi mata dan telinga bagi Kristus yang melihat dan mendengarkan, serta peduli terhadap kebutuhan dan masalah sesama Saudara? Sudahkah Saudara menjadi mulut bagi Kristus yang menyuarakan kebenaran dan keadilan dalam lingkungan Saudara? Sudahkah Saudara menjadi tangan bagi Kristus yang berkarya memperjuangkan damai sejahtera di muka bumi?

Kiranya Roh Kudus menolong kita semua dalam mempersiapkan diri untuk merayakan Perjamuan Kudus pada tanggal 2 OKTOBER 2011 mendatang.

Sunday, September 25, 2011

Siaran Pers PGI: Bom

SIARAN PERS PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA

Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) menyampaikan keprihatinan sangat mendalam atas peristiwa pemboman bunuh diri yang terjadi di GBIS Kepunten Solo pada hari Minggu 25 September 2011 jam 10.55 wib.

Kami prihatin sebab kita belum mampu belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu bahwa bahasa kekerasan tidak dapat menyelesaikan persoalan. Kita belum mampu keluar dari jebakan-jebakan kekerasan yang sangat merugikan harkat dan martabat kemanusiaan. Pada hal sebagai manusia beradab kita mempunyai cara yang lebih manusiawi untuk menyampaikan aspirasi dan menyelesaikan berbagai persoalan.

Kami prihatin dengan korban-korban yang berjatuhan. Kami berharap mereka diberikan kekuatan dan pemulihan kesehatan melalui perawatan yang baik pula.

Kami menghimbau anggota-anggota jemaat di Solo dan umat Kristen di seluruh Indonesia untuk tetap tenang dan menyerahkan seluruh penyelesaian peristiwa ini kepada yang berwajib. Marilah kita berdoa agar para korban diberi pemulihan kesehatan yang memadai. Kita juga berdoa agar aparat kepolisian dan semua yang terkait di dalamnya diberi kemampuan menyelesaikan persoalan ini dengan segera melalui penegakan hukum yang berkeadilan.

Kepada seluruh pejabat Negara kami menyerukan agar bekerja secara profesional di dalam mengungkap latar belakang peristiwa ini, dan kepada pelakunya diadili menurut hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Marilah secara bersama-sama kita melestarikan Bangsa dan Negara Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi persaudaraan dan solidaritas di antara anak bangsa dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai Pancasila.

Tuhan beserta kita sekalian.



Jakarta, 25 September 2011

Majelis Pekerja Harian PGI



Pdt Andreas A.Yewangoe (Ketum)

Pdt.Gomar Gultom (Sekum)

Tuesday, September 20, 2011

Upacara Adat Mapacci

Di kalangan masyarakat Bugis/Makassar pada malam menjelang upacara pernikahan seorang gadis (atau perjaka) keesokan harinya, dilangsungkan upacara adat yang disebut mapacci. Upacara adat ini sarat dengan simbol-simbol yang maknanya terkait dengan semua harapan bagi kebahagiaan calon pengantin dalam hidup rumah tangganya.

Nama mappaci berhubungan dengan daun pacci (daun pacar, yang lasim dipakai membersihkan kuku) yang dipakai dalam upacara itu. Kata pacci terhubung dengan paccing, yang berarti bersih, atau suci. Ini melambangkan kesucian hati calon pengantin menghadapi saat pernikahan dalam memulai mengayuh biduk rumah tangganya.

Dalam sastra Bugis terdapat pantun yang berbunyi :”Dua kuala sappo, unganna panasae na belo kanukue” Harafiah: Dua hal kujadikan pagar, bunga nangka (panasae) dan daun pacar (pacci). Maknanya terhubung dengan simbol yang terungkap dalam nama Bugis kedua obyek: panasa dan pacci. Kata panasa menggemakan kata minasa, yang berarti cita-cita luhur, yang juga terkait dengan kejujuran (lempu’). Kombinasi kejujuran (panasa, minasa) dan kesucian (paccing) merupakan dasar utama menjalani kehidupan rumah tangga.


Simbol-simbol Harapan

Perlengkapan simbolik upacara mapacci terdiri atas beberapa bahan: (1) benno (beras yang disangrai; biasa juga beras biasa) dan tai bani; (2) bantal, sarung, daun pisang dan daun nangka; dan (3) bekkeng berisi pacci; serta (4) gula merah dan kelapa. Benno yaitu beras yang digoreng kering hingga mekar, adalah doa kiranya calon pengantin ini akan mekar berkembang dengan baik, bersih dan jujur. Dalam bahasa Bugis disebut mpenno rialei. Sedang tai bani (patti), malam/lilin yang diperoleh dari sarang lebah -- dahulu juga dapat dibuat dari isi buah kemiri atau buah jarak; namun umumnya kini dipakai lilin biasa dari toko saja -- melambangkan suluh (penerang), supaya terang (kebaikan) menyertai hidupnya. Juga lambang kehidupan yang seperti komunitas lebah, yaitu tata kehidupan bermasyarakat yang rukun, bekerjasama, dan menekuni tugas/tanggungjawab masing-masing. Jadi simbol ini mengharapkan menjadi keluarga teladan dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, bantal (angkalung, pa’lungang) sebagai pengalas kepala yang bermakna penghormatan atau martabat, yang dalam bahasa Bugis disebut mappakalebbi. Mengenai sarung (lipa’) haruslah sarung baru (belum pernah dipakai) sebanyak tujuh (atau sembilan) lembar, disusun dalam jalinan khusus terkait satu dengan yang lain; maksudnya ialah sebagai penutup tubuh (harga diri), juga karena sarung dibuat dari benang yang di tenun helai demi helai yang melambangkan ketekunan dan keterampilan. Dahulu kala jika laki-laki mencari calon isteri, dia tidak perlu melihat secara langsung si gadis tapi cukup dengan melihat hasil tenunannya. Bila tenunnannya rapi dan bagus maka gadis itu dapat diandalkan menjadi isteri yang baik. Tujuh lembar sarung (juga tujuh lembar daun nangka, tujuh lilin) adalah angka ganjil yang menjunjuk pada harapan untuk penggenapan. [Juga karena dalam bahasa Makassar kata “tuju” (angka tujuh) mirip dengan kata mattujui yang artinya berguna.]

Daun pisang (Bugis: daung otti, Makassar: leko’ unti), melambangkan kehidupan (keturunan, rezeki) yang berkesinambungan, sambung-menyambung. Daun pisang yang tua belum mulai kering, daun muda telah bermunculan untuk menggantikan dan melanjutkan hidupnya. Dalam bahasa Bugis disebut maccolli maddaung. Daun nangka (Bugis = daung panasa), sebagaimana dijelaskan di atas, terkait dengan minasa yang berarti harapan atau cita-cita yang luhur.

Bekkeng, yaitu wadah tempat menaruh daun pacci, mengandung arti kesatuan jiwa atau kerukunan hidup dalam suatu rumah tangga. Daun pacci, sesuai kaitan bunyinya menunjuk pada paccing/mapaccing, melambangkan kesucian, yang meliputi: mapaccing ati (bersih hati), mapaccing nawa – nawa (bersih pikiran), mapaccing panggaukang (bersih tingkah laku), mapaccing ateka’ (bersih itikad). Gula merah menunjuk pada hal yang manis (Bugis: macenning) dan dengan santan kelapa yang memberi rasa sedap (Bugis: mallunra’), simbol kehidupan rumah tangga yang penuh cinta kasih, manis dan sedap.


Jalannya Upacara Mapacci

Upacara mapaccing dirangkai dengan upacara agama; biasanya di kalangan Islam dengan barzanji. Gadis/perjaka calon pengantin duduk (di kursi atau di lantai) pelaminan (bisa juga dalam kamar pengantinnya) didampingi orangtua. Para tamu yang diundang umumnya kerabat dekat dan handai taulan. Lalu seorang yang ditentukan menjelaskan apa makna upacara mapaccing dan simbol-simbolnya, serta selanjutnya memanggil pasangan suami-isteri orang-orang yang dituakan satu persatu maju ke depan mem-pacci calon mempelai. Jumlah mereka juga ganjil, tujuh atau sembilan pasang; dan diminta dari pasangan suami-isteri yang masih utuh. Mereka juga merupakan simbol untuk harapan akan rumah tangga yang utuh, langgeng dan bahagia. Mereka duduk dan bergiliran mengambil beberapa daun pacci, mencampurnya dengan gula dan kelapa lalu meletakkan di telapak tangan mempelai yang terbuka beralas bantal di atas lipatan sarung, daun nangka dan daun pisang). Dapat pula memberikan sejumput beras (bisa dihamburkan ke kepalanya).

Setelah semua pasangan yang ditetapkan telah melakukan mapacci maka seluruh hadirin bersama-sama mendoakan semoga calon pengantin direstui oleh Yang Maha Kuasa agar menjadi isteri atau suami yang bahagia, bermartabat dan penuh berkat. ”Cukkong muwa minasae, nakkelo Puwangnge naiyya ma’dupa” (Pengharapan yang teguh, dengan perkenan Tuhan, akan terpenuhi).


Orang Kristen melakukan Mapacci?

Di kalangan orang Bugis yang beragama Kristen upacara mapacci juga dilakukan dengan dirangkaikan kebaktian jemaat. Upacara ini berbeda dengan tradisi sekuler “lepas bujang”, yang lebih merupakan pesta si gadis (atau si perjaka) masing-masing dengan kawan-kawan muda-mudi sepergaulannya. Upacara mapacci secara Kristiani difahami terutama sebagai ucapan syukur dan doa atas hidup si gadis/ si perjaka, sang calon mempelai. Disyukuri perkenan Tuhan memberi kekuatan orangtuanya membesarkan dia, dan penentuan Tuhan sehingga telah menemukan jodohnya untuk siap berumah tangga. Upacara ini adalah mendoakan supaya upacara perkawinannya besok hari berlangsung dengan baik, dan supaya rumah tangganya diberkati Tuhan dengan kebahagiaan dan semua yang baik, sebagaimana dinyatakan melalui simbol benda-benda yang dipakai dalam mapacci. Pembacaan dan perenungan Firman Allah dari Alkitab dikaitkan dengan syukur dan doa itu. Dengan kata lian, upacara mapacci merupakan suatu tindakan berteologi -- bukan terutama dengan kata-kata -- tetapi dengan simbol-simbol yang konkrit. Aspek lain yang juga penting dalam mapacci adalah menghimpunkan kerabat dan handai taulan tanpa membedakan latar agama, untuk bersama-sama bersyukur dan mendoakan calon pengantin. Di dalam upcara ini berbagai nilai-nilai positif tradisi budaya dihidupkan dan diperkenalkan. Jadi gereja menerima upacara mapacci sebagai suatu warisan budaya yang positif dan perlu dilestrikan.


Rujukan:
http://ila-galigo.blogspot.com/2009/02/upacara-adat-mapacci.html.
http://idawy.wordpress.com/2009/06/20/mappacci/

Terima kasih kepada Bpk Penatua Kurnaini Alwi, yang menjelaskan berberapa makna simbolis unsur-unsur yang dipakai dalam mapacci. Pdt. Armin Sukri dan Jenifer Ladja mengoreksi beberapa istilah bahasa daerah. Tulisan ini sebagai “doa mapacci” untuk seorang gadis asal Bugis Soppeng warga GKSS Jemaat Mattiro Baji yang baru-baru ini mengalami upacara mapacci menjelang pemberkatan nikahnya. Tuhan berkati.


[Zakaria J. Ngelow]

Monday, September 12, 2011

Partisipasi Gereja dalam Pembangunan Daerah Tertinggal

image
DAERAH TERTINGGAL, 7 TAHUN KEMUDIAN
Disampaikan oleh: Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe

http://pgi.or.id/article/78641/partisipasi-gereja-dalam-pembangunan-daerah-tertinggal.html
 
 


I. 
Semiloka Makassar Tujuh Tahun Kemudian
Pada 20-21 September 2004 diselenggarakan "Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Nasional Peranan Pimpinan Gereja Dalam Membangun Daerah Tertinggal" di kota Makassar, Sulawesi Selatan. 7 (tujuh) tahun kemudian, sebuah semiloka serupa kita selenggarakan lagi di Waingapu, Sumba Timur, NTT (9-10 September 2011). Mau tidak mau kita bertanya, adakah sesuatu yang berkembang dalam 7 tahun terakhir ini? Adakah gereja-gereja mengambil manfaat dari Semiloka di Makassar itu yang diakomodasikan di dalam program kerja gereja masing-masing? Atau kita hanya berlangkah di tempat, sehingga istilah "daerah tertinggal" tetap saja dilekatkan pada daerah-daerah itu yang sedikit-banyaknya juga punya dampak bagi kehidupan gereja-gereja sendiri? Pertanyaan ini patut diajukan sebagai sebuah introspeksi, jangan-jangan pelaksanaan semiloka seperti ini hanyalah untuk menghabiskan anggaran pemerintah, tanpa membawa hasil konkret apapun.
Dalam 7 tahun terakhir ini bisa saja terjadi, daerah-daerah yang dulunya "maju" sekarang menjadi tertinggal (sayang sekali!) dan yang dulu tertinggal sekarang maju (syukurlah!). Atau malah semuanya tertinggal (ini lebih tragis lagi!), sebagaimana secara kasat mata kita menyaksikan dewasa ini misalnya sarana-sarana jalan yang bukannya makin baik melainkan makin buruk. Kita juga mendengar gedung-gedung sekolah dasar yang ambruk di mana-mana karena pembangunannya yang memang tidak memenuhi syarat. Atau orang-orang sakit yang tidak bisa dilayani karena ongkos rumah sakit makin mahal, sementara Puskesmas-puskesmas juga tidak merupakan pilihan yang masuk akal. Karena itu ditetapkannya sebuah kementerian di dalam struktur pemerintahan RI guna secara khusus mengarahkan perhatian kepada daerah-daerah tertinggal adalah sesuatu yang baik, tetapi sekaligus juga merupakan pengakuan bahwa pembangunan di negeri kita selama ini tidak merata. Sebagai demikian kita menghadapi persoalan yang sangat serius, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di era Orde Baru dikenal istilah "Go East". Sekarang ini istilah itu hampir tidak dipakai lagi, bukan karena Timur sudah mapan, melainkan memang ternyata yang tertinggal bukan hanya daerah-daerah di Timur, melainkan juga di Barat.
MOU antara Kementerian PDT dengan PGI yang sekarang diperbarui dengan penandatanganannya di Tobelo, Halmahera Utara dalam bulan Februari 2011 lalu merupakan "payung" bagi kerjasama selanjutnya antara gereja-gereja dengan Kementerian tersebut dalam 5 tahun mendatang. Maka sesudah Semiloka ini kami mengharapkan dan menyerukan kepada gereja-gereja dengan segera mengambil langkah-langkah praksis (aksi) sehingga sungguh-sungguh terciptalah berbagai perkembangan konkret di dalam mengubah ketertinggalan ke arah kemajuan.


II. 
Partisipasi Gereja Dalam Pembangunan
Bahwa gereja berpartisipasi dalam pembangunan bukan lagi merupakan persoalan. Sebagaimana berkali-kali telah dikemukakan dalam berbagai kesempatan, perubahan paradigma berpikir dan bertindak gereja-gereja di Indonesia bermula dari Sidang Raya Pematang Siantar (1971). Pada saat itu Injil direinterpretasi sebagai "Berita Pembebasan" yang sangat konkret menyangkut kehidupan sehari-hari. Lukas 4:18-19 dilihat sebagai sebuah berita yang mestinya dijalankan oleh gereja-gereja di dalam menghadapi berbagai persoalan di dalam dunia dan masyarakat yang di dalamnya mereka berada. PGI telah beberapa kali menyelenggarakan konsultasi-konsultasi mengenai partisipasi gereja dalam pembangunan (yang secara khusus menyoroti pembangunan), dan konferensi-konferensi gereja dan masyarakat. Tetapi tentu saja apa yang dilakukan gereja tidak terlepas dari segala sesuatu yang dilakukan masyarakat dan pemerintah. Kesejahteraan gereja tergantung kepada kesejahteraan masyarakat (Yer. 29:7). Tidaklah patut apabila gereja makmur sendiri dan membiarkan lingkungannya miskin papa. Seringkali secara simbolis kita melihat hal itu dalam bentuk gedung gereja yang "mewah" di tengah-tengah masyarakatnya yang kumuh. Memang ada kebanggaan tersendiri bagi masyarakat yang, walaupun miskin namun berhasil membangun  sesuatu yang bagus "untuk Tuhan". Tetapi kalau sebuah gedung yang hanya dipakai seminggu sekali menguras begitu banyak dana, sementara masyarakatnya makin miskin saja rasanya tidak juga berkenan kepada Tuhan. Dalam sebuah novel  berjudul "Robohnya Surau Kami" (A. A. Navis), diceriterakan mengenai Haji Salim yang selama ini setia menunggui surau lalu meninggal setelah suraunya itu ambruk diterjang topan. Ia menghadap malaekat di sorga dengan sebuah kayakinan bahwa ia akan dimasukkan ke dalam surga. Bukankah selama ini sangat rajin beribadah? Apalagi setia menunggui surau? Ternyata ia dirujuk ke naraka. Tentu saja ia protes, menyangka Tuhan pasti "keliru". Ternyata Tuhan tidak keliru. Ia memang dibuang ke naraka karena telah mengabaikan anugerah Tuhan berupa tanah air Indonesia yang kaya dan hanya sibuk dengan berdoa dan berzikir. Tuhan bersabda: "Kau sangka Aku gila hormat sehingga setiap detik nama-Ku dipanggil? Maka waktumu disia-siakan hanya untuk memanggil-manggil Aku sementara kesempatan untuk mengolah tanah diabaikan." Saya kira cara berpikir jemaat kita harus diubah, supaya lebih giat bekerja, kendati ibadah tentu saja tetap penting.
Max Weber yang menulis buku berjudul, "Die Protestantische Etik und der Geist des Kapitalismus" berhasil membuktikan, bahwa spiritualitas orang Kristen calvinis yang dianut di Eropa dan Amerika telah berhasil membawa negeri-negeri itu menjadi kaya raya dibandingkan dengan negeri-negeri selatan yang miskin (setidak-tidaknya ketika buku ini ditulis). Keyakinan bahwa mereka terpilih (predestinasi) dibuktikan dengan kerja keras dan sikap hemat. Askese dialihkan dari biara-biara ke tengah-tengah dunia (innerweltlich askese). Sayang juga bahwa di kalangan orang-orang Kristen penganut Calvin di Indonesia hal ini tidak menjadi kenyataan. Malah sebagian besar daerah yang di dalamnya gereja-gereja berpengaruh merupakan daerah-daerah miskin. "Lingkar luar" Indonesia yang miskin berpenghuni mayoritas orang-orang Kristen. Saya kira hal ini harus menjadi bahan perenungan kita.


III. 
Apa Yang Akan Dilakukan?
Dalam Semiloka Makassar (2004) saya mengusulkan agar pendidikan dimajukan. Usul itu masih saya pegang sampai sekarang. Sekarang ini roh (neo) kapitalisme dan liberalisme di bidang ekonomi juga sudah memasuki lembaga-lembaga pendidikan sehingga pendidikan makin menjadi komoditas yang ditawarkan dengan harga mahal. Akibatnya hanya orang-orang kaya yang menikmati pendidikan yang baik sementara orang-orang miskin tetap  terbengkalai. Gereja-gereja harus sungguh-sungguh berusaha agar yang paling miskin justru memperoleh pendidikan yang baik. Di Leilam, Sulawesi Utara ada sebuah lembaga bernama "Jehovah Jireh" yang didirikan oleh seorang pensiunan pendeta. Ia mendidik anak-anak miskin sejak "Kelompok Bermain" dan "TK" secara gratis. Syarat untuk masuk ke situ adalah benar-benar tidak sanggup. Visinya adalah, orang-orang miskin diberi kesempatan menempuh pendidikan yang baik agar bisa sama dengan mereka yang berkecukupan.
Usaha-usaha lain di bidang ekonomi bisa saja dilakukan dengan bantuan dan atau tanpa bantuan Kementerian PDT. Kendati Kementerian PDT mempunyai maksud mulia, tetapi jangan dilupakan bahwa mereka juga mempunyai dana terbatas. Maka bantuan-bantuan Kementerian ini haruslah dilihat sebagai perangsang guna mendorong pembangunan yang dilakukan sendiri secara swadaya. Persoalan kemiskinan akut yang masih kita alami dewasa ini di Indonesia tidak bisa ditanggulangi secara kharitatif saja, melainkan sungguh-sungguh ditanggulangi secara struktural. Maka peranan berbagai pihak, terutama pemerintah untuk menerapkan filosofi pembangunan yang bertolak dari keadilan sangat dibutuhkan. Dewasa ini ditengarai banyak UU yang tidak terlalu memihak rakyat. Sebaliknya para investor sangat diuntungkan dengan UU tersebut, sementara rakyat disingkirkan. Fenomena itu terlihat misalnya dalam makin tersingkirnya pasar-pasar tradisional digantikan oleh mal-mal besar yang kebanyakan merupakan milik pihak asing. Maka yang terjadi bukanlah pembangunan Indonesia, melainkan pembangunan di Indonesia. Dengan kata-kata lain, orang-orang Indonesia akan menjadi penonton saja dari segala riuh-rendah pembangunan ini. Contoh sangat jelas kita lihat di Timika. Kekayaan Timika tidak dinikmati oleh orang Papua. Paling-paling mereka hanya memperoleh remah-remahnya saja berupa "Dana Otsus", itu pun hanya dinikmati oleh para elitnya di Papua dalam kerjasama dengan orang-orang Jakarta. Sikap Walikota Solo yang berani melawan Gubernur yang memaksakan pembangunan mal patut diapresiasi. Ia tidak sekadar melawan buta, melainkan sungguh-sungguh melihat dari segi faedahnya bagi rakyat kebanyakan.
Tugas gereja adalah mengingatkan semua pihak bahwa pembangunan memang penting bagi sebuah masyarakat, tetapi ia harus memperlihatkan segi-segi keadilannya.
Sidang MPL-PGI di Tobelo memuat Pikiran Pokok: "Memperkuat Persekutuan, Merawat Kemajemukan, Memelihara Lingkungan". Hal memelihara lingkungan juga merupakan kewajiban yang tidak bisa diabaikan apabila kita ingin umat manusia lestari dan alam lingkungan menjadi "home" bagi semua yang hidup.
Demikianlah beberapa pokok pemikiran saya. Kiranya bermanfaat.


*) Disampaikan Dalam Semiloka Gereja-gereja dan Kementerian PDT di Waingapu, Sumba Timur, 9 September 2011.

Sunday, September 4, 2011

Buku La Galigo



Karya sastra klasik lahir dari tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Merupakan karya sastra terpanjang di dunia, melebihi Mahabarata dari India dan karya Homeros dari Yunani. Pada tahun 2011 Badan dunia UNESCO menetapkan naskah klasik I La Galigo ini sebagai Warisan Dunia dan diberi anugerah Memory of The Word (MOW).

Karya sastra I La Galigo kini telah hadir dalam terjemahan Indonesia yang diterbitkan oleh Pustaka Refleksi sebanyak 6 jilid. Bagi yang berminat untuk memilikinya, silahkan mengunjungi toko buku Gramedia.

[info dari Pdt. Armin Sukri]

untuk tambahan informasi silahkan klik:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sureq_Galigo

Saturday, August 20, 2011

Minasa Riboritta

Berikut ini sebuah lagu populer dari daerah Makassar yang isinya dapat menjadi renungan kita dalam merayakan hari kemerdekaan bangsa kita. Apakah semangat yang diusung dalam syair lagu ini sesuai dengan ajaran Kristen?



(A.R. Ridwan/Abdullah Sijaya)

http://www.geocities.ws/radiospfm/minasariboritta.html (diunduh 21 Agustus 2011)

 
Mangkumamo mabella
Niya'ma' ri se'reang bori
Ansombalangi sare kamaseku
Passare Batara
 
Manna monjo nakamma
Pangngu'rangingku ri kau tonji
Ka butta la'biri' passolongang ceratta
Ri Bawakaraeng
 
Se'reji kupala' ri julu boritta
Sirika ji tojeng
Sollanna na niya' areng mabajitta
Ri bori' maraeng
 
Naki ma'minasa te'neki masunggu
Na nacini' todong
Bori' maraenga sarrowa mangngakkali
Ri kamajuanta
 
 
Terjemahan bebas (z. ngelow) silahkan koreksi:

Harapan untuk Negeri Kita
 
Walaupun aku jauh berada di negeri orang, melayari nasibku sesuai perkenan Ilahi
 
Tetapi ingatanku hanya padamu, tanah mulia tumpah darah kita di Bawa Karaeng
 
Hanya satu yang kuminta dari kaum senegriku, utamakanlah siri' supaya terjaga nama baik kita di negeri orang.
 
Dan kita berharap beroleh sejahtera, sehingga kemajuan kita akan dilihat juga oleh orang di negeri lain, yang sering menertawai kita

Friday, August 19, 2011

Contoh Posting dari Email

Kanon Alkitab
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Kanon Alkitab adalah kumpulan kitab yang diyakini memiliki otoritas sebagai Firman Allah dan layak menjadi tolak ukur bagi iman umat.[1] Kata "kanon" sendiri adalah kata Yunani yang secara harafiah berarti "tongkat pengukur," yaitu tongkat yang dijadikan sebagai standar pengukuran. Dalam konteks Alkitab, "kanon" secara umum dipahami sebagai "daftar" kitab-kitab yang menjadi "standar" atau "aturan" yang bersifat normatif bagi umat.[1]
Proses penganonan Alkitab atau yang biasa dikenal dengan istilah "kanonisasi" adalah sebuah proses yang berlangsung selama berabad-abad. Proses ini melibatkan diskusi yang rumit mengenai kitab mana yang dianggap berwibawa dan kitab mana yang tidak.[2] Kitab-kitab yang dianggap berwibawa ini kemudian dikenal dengan istilah "kanonisitas."
Daftar isi

" 1 Sejarah
" 2 Kanonisasi
o 2.1 Kanonisasi Perjanjian Lama
o 2.2 Kanonisasi Perjanjian Baru
" 2.2.1 Kanonisitas Perjanjian Baru
" 3 Lihat pula
" 4 Referensi

Sejarah
Orang-orang Yahudi telah membakukan bahwa kitab-kitab yang kita sebut Perjanjian Lama diilhami Allah, sedangkan yang lain tidak. Ketika orang-orang Kristen berhadapan dengan berbagai ajaran sesat, mereka mulai merasakan pentingnya membedakan tulisan-tulisan yang sesungguhnya diilhami Allah dan yang tidak.
Dua kriteria penting yang dipakai gereja untuk mengenal kanon (istilah Yunani yang artinya "standar") adalah yang berasal dari para rasul dan tulisan-tulisan yang dipakai di gereja-gereja.
Dalam mempertimbangkan tulisan rasuli, gereja menganggap Paulus sebagai salah seorang rasul. Meskipun Paulus tidak berjalan bersama-sama dengan Kristus, Paulus bertemu dengan Kristus dalam perjalanannya ke Damaskus. Aktivitas penginjilannya yang tersebar luas - yang dibenarkan dalam Kisah Para Rasul - menjadikannya model seorang rasul.
Setiap Injil harus dihubungkan dengan seorang rasul. Dengan demikian, Injil Markus yang dihubungkan dengan Petrus dan Injil Lukas yang dihubungkan dengan Paulus, mendapat tempat dalam kanon. Setelah para rasul wafat, orang-orang Kristen sangat menghargai kesaksian yang ada dalam Injil tersebut, meskipun Injil tersebut tidak mengungkapkan nama rasul yang terkait.
Tentang penggunaan tulisan-tulisan yang dipakai di gereja-gereja, petunjuknya ialah, "Jika banyak gereja memakai tulisan tersebut dan jika tulisan tersebut dapat terus-menerus meningkatkan moral mereka, maka tulisan tersebut diilhami". Meskipun standar ini menunjukkan pendekatan yang agak pragmatis, namun ada juga logikanya di balik itu. Sesuatu yang diilhami Allah akan mengilhami juga para penyembah-Nya; tulisan yang tidak diilhami pada akhirnya akan lenyap juga.
Namun, standar-standar tersebut saja tidak cukup untuk menentukan sebuah kitab sebagai kanon. Banyak tulisan ajaran sesat membawa-bawa nama rasul. Di samping itu, ada gereja-gereja yang memakai tulisan tersebut sedangkan yang lainnya tidak.
Menjelang akhir abad kedua, keempat Injil, Kisah Para Rasul dan surat-surat Paulus sangat dihargai hampir di semua pelosok. Meskipun tidak pernah ada daftar "resmi", gereja-gereja cenderung berpaling pada tulisan-tulisan ini karena dianggap memiliki otoritas spiritual. Para uskup yang berpengaruh seperti Ignasius, Clemens dari Roma dan Polikarpus telah menjadikan tulisan-tulisan ini mendapat pengakuan yang luas. Namun perdebatan masih berlangsung terhadap Ibrani, Yakobus, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yudas serta Wahyu.
Daftar ortodoks mula-mula, yang disusun sekitar tahun 200, adalah Kanon Muratori Gereja Roma. Daftar ini meliputi sebagian besar Perjanjian Baru seperti yang kita ketahui masa kini, dan menambahkan Wahyu Petrus dan Kebijaksanaan Salomo. Kumpulan yang muncul di kemudian hari telah menghapuskan satu buku dan membiarkan yang lain, namun semuanya itu tetap mirip. Karya-karya seperti Gembala Hermas, Didache dan Surat Barnabas sangat disanjung, meskipun banyak orang enggan mengakui buku itu sebagai tulisan yang diiihami.
Pada tahun 367, Athanasius, uskup Alexandria yang ortodoks dan berpengaruh itu, menulis "Surat Paskah" yang beredar cukup luas. Di dalamnya ia menyebut kedua puluh tujuh buku yang sekarang kita kenal dengan nama Perjanjian Baru. Dengan harapan mencegah jemaatnya dari kesalahan, Athanasius menyatakan bahwa tiada buku lain dapat dianggap sebagai Injil Kristen, meskipun ia longgarkan beberapa, seperti Didache, yang menurutnya, akan berguna bagi ibadah pribadi.
Kanon yang dibuat Athanasius tidak menyelesaikan masalah. Pada tahun 397, Konsili Kartago mensahkan daftar kanon tersebut, tetapi gereja-gereja wilayah Barat agak lamban menyelesaikan kanon. Pergumulan berlanjut atas kitab-kitab yang dipertanyakan, meskipun pada akhirnya semua pihak menerima Kitab Wahyu.
Pada akhirnya, daftar kanon yang dibuat Athanasius mendapat pengakuan umum, dan sejak itu gereja-gereja di seluruh dunia tidak pernah menyimpang dari kebijakannya.
Kanonisasi
Kata 'Kanon' merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Ibrani q?neh, yang secara harfiah dapat diterjemahkan dengan "ukuran" atau "tali pengukur" dan kemudian dalam bahasa yunani berubah menjadi kan?n dan mendapat makna yang lebih penting: Pada abad ke-2 M kata kanones (bentuk jamak) dipakai sebagai istilah untuk Aturan atau Tata Gereja.Sejak abad ke-4 kata kan?n berarti 'ukuran' bagi iman Kristen. Jika istilah ini dipakai bagi Alkitab, maka Alkitab dipercayai sebagai 'ukuran' bagi Iman dan Hidup orang Kristen.
Kanonisasi Perjanjian Lama
Secara pasti tidak ada kriteria yang dipakai untuk kanonisitas Perjanjian Lama.[1] Konsensus di kalangan para ahli menyebut empat hal yang dapat dijadikan sebagai dasar kanonisitas Perjanjian lama, yaitu:[1]
" Kanonisitas dikaitkan dengan nubuat
" Kanonisitas dikaitkan dengan perjanjian (covenant)
" Kananositas Perjanjian Lama diteguhkan melalui rujukan-rujukan Perjanjian Baru terhadapnya
" Kanonisitas Perjajian Lama diteguhkan oleh pemakaiannya dalam ibadah yang dilakukan oleh imat Israel.

Bagian ini membutuhkan pengembangan.



Origen
Kanonisasi Perjanjian Baru
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kanonisasi Perjanjian Baru
Kanonisasi Perjanjian Baru dimulai sekitar tahun 200.[3] Pada saat itu mulai disusun daftar-daftar kitab suci yang kurang lebih resmi. Misalnya pada tahun 190 di Roma muncul sebuah daftar yang disebut Kanon Muratori. Kanon Muratori merupakan kanon tertua yang disimpan sebagai sebuah fragmen dalam sebuah naskah salinan dari abad VIII. Nama Muratori merupakan nama seorang pustakawan Milano,L.A. Moratori yang menemukan fragmen tersebut dan menerbitkannya pada tahun 1740.[4] Kanon ini berisi daftar kitab-kitab yang dipakai jemaat di Roma dan sejumlah karangan yang dianggap "palsu". Pada tahun 254, Origenes dari Alexandria juga menyusun sebuah daftar kitab. Tahun 303 Eusebius dari Kaisarea juga membuat daftar kitab. Tahun 367, Batrik Aleksandria Atanasius menyusun Alkitab Perjanjian Baru dengan jumlah 27 kitab. Daftar itu kemudian diterima oleh umat di bagian Timur. Sedangkan di bagian barat, umat menerima daftar yang disusun oleh Atanasius. Paus Inosentius I mengirim daftar itu ke Perancis pada tahun 419. Daftar ke 27 kitab itu kembali diperteguh dalam konsili Florence (1441), konsili Trente (1546) dan Konsili Vatikan I (1870).
Kanonisitas Perjanjian Baru
seperti yang telah disebutkan, penentuan mengenai kitab-kitab mana yang layak dan bisa dimasukkan ke dalam kanon Perjanjian Baru memakan waktu yang sangat lama.[1] Akan tetapi ada beberapa hal yang menjadi dasar kanonisitas Perjanjian Baru, yaitu:[1]
" Ddekat dengan tradisi kerasulan
" Diterima secara umum di kalangan jemaat (katolisitas)
" Bergantung pada ortodoksi

Referensi
1. ^ a b c d e f Yonky Karman. 2005. Bunga Rampai Perjanjian Lama. Jakrta: BPK Gunung Mulia. 5-13.>
2. ^ Van den End. 2009. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunungan Mulia. 40-42>
3. ^ (Indonesia)C. Groenen.2006. "Pengantar ke dalam Perjanjian Baru". Yogyakarta: Kanisius.
4. ^ (Indonesia)Willi Marxsen.2006. "Pengantar Perjanjian Baru". Jakarta: BPK Gunung Mulia.
" A. Kenneth Curtis, J. Stephen Lang & Randy Petersen, 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen, Immanuel, 1999. [1][2]





Thursday, August 18, 2011

Doakan jemaat di Pangkep

Di masa perayaan kemerdekaan bangsa kita ada orang-orang yang tidak menghargai kebebasan orang beribadah sesuai agamanya. Di Jakarta dan di Jawa Barat, di Riau, dan juga di Sulawesi Selatan terjadi gangguan terhadap kehidupan beragama. Sejumlah gereja di tanah air dipersoalkan. Ada yang dibongkar. Ada yang disegel. Ada pula jemaat yang dilarang beribadah.

Pada beberapa hari ini jemaat di Pangkep diancam dan dilarang merenovasi gedung gerejanya. Kita doakan bersama semoga jemaat di sana dikuatkan menghadapi berbagai cobaan, dan dengan perkenan Tuhan dapat menyaksikan kasih dan persaudaraan.

Wednesday, August 10, 2011

Litani Syukur Proklamasi

Litani Pernyataan Syukur (mengikuti Mazmur 44)

P. Ya Allah, dengan telinga kami sendiri telah kami dengar,
J. Para pendahulu kami telah menceritakan kepada kami perbuatan yang telah Kaulakukan pada masa mereka,
P. Engkau sendiri, dengan tangan-Mu, telah menghalau bangsa-bangsa penjajah,
tetapi bangsa kami Engkau biarkan bertumbuh;
J. bangsa-bangsa asing telah Engkau usirdari negeri kami.
P. Sebab bukan dengan pedang dan sejata kami mencapai kemerdekaan,
J. bukan kekuatan kami sendiri yang memberi kami kemenangan,
P. melainkan tangan kanan-Mu dan lengan-Mu dan cahaya wajah-Mu,
J. sebab Engkau berkenan kepada bangsa kami.
P. Dengan Engkaulah kami menanduk para lawan kami,
J. dengan nama-Mulah kami mengusir bangsa-bangsa yang datang menyerang kami.
P. Sebab bukan kepada bedil dan bambu runcing kami percaya, dan pedangpun tidak memberi kami kemenangan,
J. tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan terhadap para penjajah.
P+J. Karena itu ya Allah kami nyanyikan puji-pujian, dan bagi nama-Mu kami mengucapkan syukur selama-lamanya.

Sunday, August 7, 2011

Keprihatinan

Pelayan dan warga GKSS, salam dalam Kristus.
Dikabarkan bahwa baru-baru ini dua orang pendeta GKSS mengundurkan diri sebagai jalan terpaksa karena tidak diberi pilihan lain oleh MPS GKSS. Apa pun masalahnya, peristiwa ini harus merupakan keprihatinan kita bersama. Dan karena itu sebaiknya ada upaya-upaya seluruh jajaran GKSS -- para pendeta dan Majelis Jemaat, pengurus OIG pada semua lingkup, pengurus klasis, dll -- untuk mendorong supaya keputusan yang telah diambil ditinjau sebagai kekeliruan; baik pengunduran diri maupun respon MPS terhadap sikap itu. Keputusan gerejawi tidak boleh diambil secara emosional dan dengan pendekatan yang hitam putih aturan organisasi; melainkan dengan doa dan dengan pendekatan pastoral.
Mari kita doakan semoga Tuhan membuka hati kedua rekan, MPS dan semua fihak terkait untuk menemukan bersama jalan-jalan gerejawi menuju rekonsiliasi.

Salam doa,

Pdt. Zakaria Ngelow

Saturday, July 30, 2011

Perempuan Siro Fenisia

Markus 7:24-30
http://suplemengki.com/?p=567
Kisah tentang perempuan Siro-Fenisia ini juga ditulis dalam Injil Matius 15:21-28. Ada sedikit perbedaan bahasa, kronologis percakapan antara tulisan Markus dan Matius dalam kisah yang sama itu. Matius 15 ada beberapa urutan yang menjadi respons Yesus ketika perempuan Kanaan itu memohon kepadaNya. Pertama: Yesus sama sekali tidak menjawab (23) Kedua: Yesus menolak dengan berkata “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (24) Ketiga: Yesus seakan menyamakan perempuan itu dengan anjing (26) dan Ke empat: Yesus meresponi dengan sangat hormat karena memakai kata “Hai ibu besar imanmu…” (28) Dalam Markus juga intinya demikian, seakan Yesus tidak meresponi dengan baik akan perhononan perempuan Kanaan itu tetapi pada akhirnya Yesus menunjukkan respekNya dengan mengabulkan permohonan perempuan itu.
Pertanyaan-pertanyaan penuntun:
1. Siapakah sebenarnya perempuan Siro-Fenisia itu, dari mana dia mengetahui tentang Yesus sehingga dia begitu yakin Yesus bisa menolong anaknya yang kerasukan roh jahat! (24-25)
2. Mengapa Tuhan Yesus terkesan mengabaikan permohonan perempuan Siro-Fenisia itu dengan beberapa alasan seperti dicatat baik Matius maupun Markus? (Mat 15:23-26, Mark 7:27-28)
3. Mengapa pada akhirnya Yesus mengabulkan juga permohonan perempuan itu, apa yang bisa kita pelajari dari kisah itu? (Mat 15:26, Mark 7:29)
Renungan:
Perempaun Siro-Fenisia berasal dari Kanaan berkebangsaan Yunani. Dalam pandangan bangsa Israel (umat pilihan Allah) posisi perempuan itu boleh dibilang tidak masuk hitungan. Selain dari bangsa non Yahudi juga dia hanyalah seorang perempuan, yang harus berhadapan dengan sistem masyarakat Yahudi waktu itu yang masih begitu tinggi tingkat diskriminasinya baik karena status kebangsaan maupun gender.
Hal yang menarik dari perempuan itu, dia sangat mengerti siapa Yesus. Terlihat dari bagaimana ia menyapa Yesus “kasihanilah aku ya Tuhan, Anak Daud..” (Mat 15:22) itu menunjukkan bahwa selama Yesus berkeliling melayani boleh jadi dia juga mengikutinya ke mana-mana atau dia banyak mendengar dan menyaksikan karya-karya Yesus, kemudian ketika Yesus berada di Tirus tempat asalnya dianggap kesempatan baginya untuk memohon pertolongan kepada Yesus dan yakin bahwa dia akan mendapatkannya
Ketika dia menyampaikan permohonan kepada Yesus seakan tidak dihiraukan bahkan terkesan menghina perempuan itu, bahkan murid-murid Yesus meminta Yesus mengusir dia karena dianggap mengganggu (Mat 15:23) Apa yang Yesus lakukan terhadap perempuan itu pasti bukan karena faktor golongan atau gender melainkan Yesus ingin melihat seberapa jauh dia kenal Yesus, seberapa dalam dia yakin bahwa Yesus adalah penolong baginya dan mempercayai Yesus dalam hidupnya. Itu tampak ketika Yesus memuji dia dengan panggilan “Hai ibu, besar imanmu…”
Saudara, kita bisa menangkap apa yang ada pada diri perempuan yang dianggap golongan yang abaikan itu, Pertama: Perempuan itu mengenal Yesus bukan sekedar sebagai tabib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit tetapi dia mengenal Yesus sebagai Tuhan yang menyelamatkan (Tuhan, anak Daud)
Kedua: Perempuan itu mempercayai Tuhan Yesus dengan iman yang fokus bahwa Yesus adalah Tuhan, dia tidak terpengaruh dengan sikap, kata atau perlakuan Yesus maupun murid-muridNya yang ada dalam hatinya bahwa Yesus itu adalah Tuhan yang patut dipercayai. Ke tiga: Perempuan itu telah menunjukkan model iman yang hidup dengan tidak putus asa dan tidak mengenal menyerah tetapi apa yang dia percayai tentang Yesus itu yang dia wujudkan melalui keyakinannya memohon terus-menerus kepada Yesus. Jika kita ingin mengalami kuasa Tuhan milikilah iman yang hidup seperti perempuan Siro-Fenisia.

Monday, July 18, 2011

Data Jemaat Mattiro Baji’ (Juli 2011)

Dikerjakan oleh Pnt. Ir. Soleman Kalebu, M.Sc

Jumlah warga jemaat sebanyak 39 KK dengan jumlah anggota 170 jiwa. Jika dikelompokkan berdasarkan berbagai kategori maka hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan kategori umur:
1.1. Anak2 umur dibawah 4 thn s/d. 18 thn sebanyak 58 orang (34,12%) terdiri dari:
1.1.1. Anak2 umur dibawah 4 thn sebanyak 14 orang (24,13%)
1.1.2. Anak2 umur Sekolah Minggu (4 -12 thn) 28 orang (48,28%)
1.1.3. Anak2 umur remaja (13 – 18 thn) sebanyak 16 orang (27,59%)

1.2. Dewasa umur 19 thn keatas sebanyak 112 orang (65,88%) terdiri dari:
1.2.1 Umur 19 – 60 thn sebanyak 99 orang (88,39%)
1.2.2 Umur 60 thn keatas sebanyak 13 orang (11,61%)

2. Berdasarkan kategori jender:
2.1. Pria sebanyak 80 orang (47,06%) terdiri dari:
2.1.1. Anak2 dibawah umur 4 thn sebanyak 7 orang (8,75%)
2.1.2. Anak2 umur Sekolah Minggu (umur 4-12 thn) sebanyak 18 orang (22,50%)
2.1.3. Anak usia remaja (umur 13-18 thn) sebanyak 6 orang (7,50%)
2.1.4. Orang dewasa umur produktif (umur 19-60 thn) sebanyak 41 orang (51,25%)
2.1.5. Orang dewasa umur non produktif (umur 60 thn keatas) sebanyak 8 orang (10%)

2.2. Wanita sebanyak 90 orang (52,94%) terdiri dari:
2.2.1. Anak2 dibawah umur 4 thn sebanyak 7 orang (7,78%)
2.2.2. Anak2 umur Sekolah Minggu (umur 4-12 thn) sebanyak 10 orang (11,11%)
2.2.3. Anak usia remaja (umur 13-18 thn) sebanyak 10 orang (11,11%)
2.2.4. Orang dewasa umur produktif (umur 19-60 thn) sebanyak 58 orang (64,44%)
2.2.5. Orang dewasa umur non produktif (umur 60 thn keatas ) sebanyak 5 orang (5,56%)

3. Jumlah Baptisan, Sidi dan Nikah:
3.1. Jumlah warga jemaat yang sudah dibaptis sebanyak 157 orang (92,35%) terdiri dari:
3.1.1. Yang dibaptis anak2 sebanyak 140 orang (89,17%)
3.1.1. Yang dibaptis dewasa sebanyak 17 orang (10,83%)
3.2. Belum dibaptis dan tidak memberi jawaban sebanyak 13 orang (7,65%)

3.3. Status sidi warga jemaat:
3.3.1. Yang sudah sidi sebanyak 105 orang (61,76%)
3.3.2. Yang belum sidi sebanyak 44 orang (25,88%)
3.3.3. Yg tidak memberikan jawaban sebanyak 21 orang (12,36%)

3.4. Status nikah warga jemaat:
3.4.1. Yang sudah menikah sebanyak 68 orang (40%)
3.4.2. Yang belum menikah sebanyak 91 orang (53,53%)
3.4.3. Yang tidak memberi jawaban sebanyak 11 orang (6,47%)
3.4.4. Ibu janda sebanyak 4 orang

4. Berdasarkan kategori pendidikan warga jemaat:
4.1. Belum sekolah sebanyak 21 orang (12,35%)
4.2. Sekolah Dasar (SD) sebanyak 22 orang (12,94%)
4.3. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 17 orang (10%)
4.4. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 37 orang (21,76%)
4.5. Tingkat Akademik (D I s/d. S III) sebanyak 73 orang (42,94%) terdiri dari:
4.5.1. Masih duduk di Perguruan Tinggi (masih kuliah) sebanyak 8 orang (10,96%)
4.5.2. Status sarjana sebanyak 65 orang (89,64%) terdiri dari:
4.5.2.1. Sarjana Muda (D I – D III) sebanyak 9 orang (13,85%) terdiri dari:
- 1 orang (11,11%) Sarjana Muda Theologia
- 8 orang (88,89%) Sarjana Muda dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya.
4.5.2.2. Status Sarjana Strata I (S I) sebanyak 50 orang (76,92%) terdiri dari:
- S I bidang Theologia sebanyak 10 orang (20%)
- S I bidang ilmu pengetahuan lainnya sebanyak 40 orang (80%)
4.5.2.3. Status Sarjana Strata II (S II) sebanyak 5 orang (7,69%) terdiri dari:
- S II bidang Theologia sebanyak 2 orang (40%)
- S II bidang ilmu pengetahuan lainnya sebanyak 3 orang (60%)
4.5.2.4. Status Sarjana Strata III (S III) bidang Theologia sebanyak 1 orang (1,54%)

Catatan:
Kategori Pendidikan khusus bidang Theologia (Sarjana Theologia) sebanyak 14 orang (21,50%) dari tingkatan sarjana,
1. Status sudah pendeta sebanyak 9 orang (64,29%) teridi dari:
1.1. Status Emeritus sebanyak 2 orang (22,22%)
1.2. Status masih aktif 7 orang (77,78%) terdiri dari:
1.2.1. Aktif (Full time) di GKSS sebanyak 3 orang (42,86%) yaitu:
1.2.1.1. di MPS-GKSS sebanyak 2 orang
1.2.1.2. sebagai pendeta jemaat di Mattiro Baji’ 1 orang
1.2.2. Aktif di luar GKSS 4 orang (57,14%) terdiri dari:
1.2.2.1. Direktur Yayasan , Anggota MPH PGI, dan pelayanan lainnya 1 orang
1.2.2.2. Ketua Yayasan Mitra, Ketua Klasis Bulusaraung-GKSS dan pelayanan lainnya 1 orang
1.2.2.3. Pelayanan dibidang lainnya 2 orang.
2. Sarjana Theologia non pendeta sebanyak 5 orang (35,71%) terdiri dari:
2.1. Karyawan Yayasan Mitra dan pelayanan lainnya sebanyak 1 orang
2.2. Tenaga guru agama di Soroako dan pelayanan lainnya sebanyak 1 orang
2.3. Belum jelas status pelayanannya sebanyak 3 orang

5. Berdasarkan kategori pekerjaan warga jemaat Mattiro Baji’ teridi atas:
5.1. PNS aktif termasuk POLRI dan BUMN sebanyak 18 orang (10,60%)
5.2. Karyawan Swasta aktif sebanyak 45 orang (26,47%)
5.3. Pensiunan PNS termasuk BUMN 8 orang (4,71%)
5.4. Pensiunan Swasta sebanyak 5 orang (2,94%)
5.5. Non Job Sarjana dan lainnya 12 orang (7,06%)
5.6. Non Job lainnya (anak2, siswa dan mahasiswa) sebanyak 80 orang(47,06%)
5.7. Mahasiswa sambil bekerja sebanyak 2 orang (1,18%)

6. Penelusuran lebih lanjut tentang tingkat pendidikan SD, SLTP, SLTA dan tingkat Akademik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
6.1. Tingkat SD (22 orang):
6.1.1. Yang masih duduk di tingkat SD sebanyak 18 orang (81,82%)
6.1.2. Sudah menjadi ibu rumah tangga sebanyak 3 orang (13,64%)
6.1.3. Putus sekolah sebanyak 1 orang (4,54%)
6.2. Tingkat SLTP (17 orang):
6.2.1. Yang masih lanjut di tingkat SLTP sebanyak 15 orang (88,24%)
6.2.2. Yang bekerja sebanyak 1 orang (5,88%)
6.2.3. Yang sudah pensiun sebanyk 1 orang (5,88%)
6.3. Tingkat SLTA (37 orang):
6.3.1. Yang masih lanjut di tingkat SLTA sebanyak 5 orang (13,51%)
6.3.2. Yang masih aktif bekerja sebanyak 16 orang (43,24%)
6.3.3. Yang menjadi ibu rumah tangga sebanyak 8 orang (21,62%)
6.3.4. Yang sudah pensiun (PNS dan Swasra) sebanyak 7 orang (18,93%)
6.3.5. Yang tidak bekerja sebanyak 1 orang (2,70%)

6.4. Tingkat Akademik (73 orang):
6.4.1. Masih duduk di Perguruan Tinggi sebagai mahasiswa sebanyak 8 orang (10,96%)
6.4.2. Yang aktif bekerja (PNS/POLRI dan Swasta) sebanyak 46 orang (63,01%)
6.4.3. Yang sudah pensiun (PNS dan Swasta) sebanyak 4 orang (5,48%)
6.4.4. Sebagai ibu rumah tangga sebanyak 4 orang (5,48%)
6.4.5. Yang belum jelas jobnya sebanyak 11 orang (15,07%)

7. Jumlah suku2 bangsa yang tergabung dalam jemaat Mattiro Baji’ dengan catatan hanya menghitung nomor regristrasi no: 01 dan no. 02 yang tercatat. Jika no: 01 dan no: 02 sesuku maka anak2-nya mengikuti suku orang tuanya. Jika no: 01 dan no: 02 beda suku maka anak2-nya tidak mengikuti salah satu orang tuanya. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah suku bangsa yang tergolong dalam jemaat Mattiro Baji’ adalah sebagai berikut:
7.1. Suku Toraja 61 orang
7.2. Suku Bugis 32 orang
7.3. Suku Selayar 14 orang
7.4. Suku Ambon 6 orang

7.5. Suku Makassar 2 orang
7.6. Suku Sangir 2 orang
7.7. Suku Seko 2 orang
7.8. Suku Pamona 2 orang
7.9. Suku Dayak 2 orang
7.10. Suku Batak 1 orang
7.11. Suku Mamasa 1 orang
7.12. Suku Jawa 1 orang

***

Sunday, July 17, 2011

Rapat Evaluasi 17 Juli




Minggu 17 Juli 2011 Kebaktian Minggu dipimpin oleh Pdt. Armin Sukri dengan pembacaan dari Kis 12: 1-18. Di kebaktian ini juga untuk pertama kalinya dipakai mimbar baru bersimbol salib Nestorian, sumbangan putra-putra Kel. Pnt. Soleman Kalebu. Sesudah itu berlangsung Rapat Evaluasi dihadiri Majelis Jemaat wakil-wakil pengurus OIG dan beberapa tua-tua jemaat.

13:11 Paccappurenna, Saudara-saudara, sitinajako marennu, sibawa makkuraga mancaji sukku. Tarimai sininna pangajaku. Sitinajako masséddi ati sibawa tuwo sipammasé-masé. Allataala Iya Pommamasé sibawa mappasidaméro sibawakko matu

13:11 Kala'busang kana, sari'battangku ngaseng, paralluko a'rannu-rannu, siagang usahakangi nu'jari sukku'. Tarima ngasemmi pappakaingakku. Paralluko a'julu ati siagang assiama' lalang tallasa'nu. Allata'ala Kaminang Mangngarimangngia siagang mappasiamaka lanrurungangko

13:11 Ma'katampakanna, e kamu siulu'ku, parannukomi, tuntunni tu miposielle'na, alakomi pa'pakilala, sanginaakomi, sikaelokomi. AnNa Puang Matuamora tu oto'na kamamasean sia kamarampasan urrondongkomi

Saturday, July 16, 2011

Mazmur 23

23:6 Uwisseng makessik-Ko lao ri iyya, sibawa tuli mamaséika. Na weddikka monro ri Bola-Mu, gangka tuwoku

23:6 Kuassengi angkana bajikKi' mae ri nakke, na Kituli mangngamaseang mae ri nakke. Kukkullemo ammantang ri BallatTa, lalang sikontuna tallasakku

23:6 Inang manassa tontongna' nasa'pi' kameloan sia kamasokanan angge tuoku, sia la torrona' lan banuanNa PUANG tontong sae lakona


Renungan dari Sabda.org


Judul: Gembala dan Tuan Rumahku
Kapan terakhir kali Anda membaca atau melantunkan Mazmur 23? Apakah untuk acara kebaktian penghiburan atau pemakaman? Atau untuk upacara pernikahan atau ulang tahun? Atau saat menjenguk sahabat atau kerabat yang terbaring sakit, atau justru pendeta Anda yang membacakannya bagi Anda, saat Anda tergolek karena sakit?

Mazmur 23 adalah favorit hampir semua orang, untuk berbagai kesempatan dan situasi. Mari menyimak beberapa keindahan mazmur ini. Pertama, pemazmur menggunakan dua lambang untuk membicarakan Tuhan sebagai pusat hidupnya. Di ayat 1-4, Tuhan adalah Gembala pemazmur. Di ayat 5-6 Tuhan adalah Tuan Rumah yang menjamu pemazmur. Lambang yang digunakan di sini sangat dekat dengan realitas kehidupan pemazmur. Gembala menuntun dan melindungi domba-domba-Nya sampai tiba dengan selamat di kandang mereka. Sebagai Tuan Rumah, Tuhan memberikan perlindungan yang sempurna dan damai sejahtera yang penuh kepada anak-anak-Nya. Tuhan adalah pusat hidup dan sumber segala sesuatu yang dibutuhkan anak-anak-Nya.

Kedua, struktur mazmur ini adalah a-b-b'-a'. Perhatikan perubahan kata ganti orang (kgo) yang dipakai. Di ayat 1-3 Pemazmur menyebut "Tuhan (kgo 3) adalah Gembalaku, " disusul dengan sapaan di ayat 4, "... Engkau (kgo 2) besertaku. Ini sejajar dengan ayat 5 dan 6. Ayat 5, Pemazmur menyapa "Engkau (kgo 2) menyediakan hidangan bagiku...", dan diakhiri dengan pernyataan "... aku akan diam dalam rumah Tuhan (kgo 3) sepanjang masa."

Coba sekarang Anda membaca atau melantunkan Mazmur 23 dengan memperhatikan hal-hal di atas. Pasti pembacaan dan penghayatan Anda akan diperkaya dengan kesadaran, betapa dekatnya relasi pemazmur dengan Tuhannya. Apakah relasi Anda pun menjadi semakin dekat dan akrab dengan Gembala dan Tuan Rumah Anda?

http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2011/07/17/

Saturday, July 9, 2011

Rebba Sipatokkong

Rebba sipatokkong, mali siparappe’, sirui menre' tessirui no', malilu sipakainge', mainge' pi mupaja.


Rebah saling menegakkan, hanyut saling mendamparkan, saling menarik ke atas bukan saling menjatuhkan, lalai saling mengingatkan, sadar barulah berhenti.


Dalam ungkapan kearifan tradisional Bugis ini suatu prinsip yang sejajar dengan bagian kedua hukum kasih dalam Injil: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Hidup saling bantu merupakan ciri kehidupan Kristen: Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu (Ef 4:2. Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik (Ibr 10:24).

Dan selanjutnya saling mengasihi juga mengandung peringtatan untuk tidak saling menjatuhkan: "Tetapi jikalau kamu saling menggigit dan saling menelan, awaslah, supaya jangan kamu saling membinasakan" (Gal 4:14, 15).

Saturday, July 2, 2011

Doa Bapa Kami (5 bahasa)

(Mat 6: 9-13)

Bahasa Bugis

'Ambo'ta ri surugaé: Iko ritu Allataala iya Séuwaé. Tennapodo risompa-Ko sibawa ripakalebbi. Iko ritu Arutta. Tennapodo mapparénta-Ko ri linoé, na élo-Mu riturusi pada-pada ri surugaé. Wérékki essoéwé inanré *iya tapparelluwangngé: iyaré'ga untu' baja; iyaré'ga untu' tungke' esso.* iya riyapparelluwangngé. Addampengekki polé ri asalatta, pada-padato pura riyaddampengenna tau iya pasalaé ri idi. Aja' taleppessakki ateddéngeng ateppereng wettutta ricobai, iyakiya taleppessakki polé ri akuwasanna iya mappéjariyé. [Ikona Arung makuwasa sibawa malebbi lettu mannennungeng. Amin.]

Bahasa Makassar


'O, Manggea ri suruga: IKattemi Allata'ala Tenaya Ruanna Poro iKatte nisomba siagang nipakala'biri'. IKattemi Karaenna ikambe. Poro iKattemi ammarenta ri lino, na nituruki erotTa ri lino kamma ri suruga. Kisarei ikambe anne alloa apa naparalluanga ikambe. Kipammopporangi dosa-dosana ikambe, Sangkamma napammopporammi ikambe tu salaya ri kalenna ikambe. TeaKi' balang parekangi ikambe nibeta ri paccobaya passangalinna Kipakabellai ikambe battu ri maja'dalaka [IKattemi Karaeng makoasaya siagang kaminang mala'birika satunggu-tungguna. Aming!]

Bahasa Toraja

O Ambe'ki dao suruga, (kipalaku) anna dipakala'bi' tu sangamMi: Anna patalo tu ParentaMi anna dadi tu pa'poraiamMi lan te lino susi dao suruga. Benkanni tu silasanna kikande allo iate sia pa'dei tu sala budangki, susi kami umpagarri' salana to kasalan lako kaleki. Sia da Mielorangkanni diroso, sangadinna rinding pala'kan da narandankan deata bulituk. Belanna Kamu tu unnampui Parenta sia kapaan sia kamala'biran sae lakona.

Bahasa Pamona

'Papa mami ri suruga Komimo Pue Ala nu samba'a-mba'a. Mbolimo komi ndapanyomba pai ndatubunaka. Komimo mokole mami, Mbolimo komi moparenta ri lino, pai pepokonomi ndawianaka ewa ri suruga. Ndiwaika kami sandeme se'i pangkoni anu da kakoni.
Ne'emo ndikitanaka kasalaa mami, ewa kami bare'emo mangkitanaka tau anu masala ri kami. Ne'e ndipapaliu paya peaya mami ri sindara komi ri pompebutuka, paikanya ndilapasaka kami ungka ri kuasa i Maja'a. [Maka Komimo Mokole anu makuasa pai meawa anu bare'e da re'e kapusanya.

Bahasa Inggeris (NAS)

'Our Father who art in heaven, Hallowed be Thy name. 'Thy kingdom come. Thy will be done, On earth as it is in heaven.
'Give us this day our daily bread. 'And forgive us our debts, as we also have forgiven our debtors. 'And do not lead us into temptation, but deliver us from evil. For Thine is the kingdom, and the power, and the glory, forever. Amen.'