Monday, May 23, 2011

Paskah Jemaat Mattiro Baji


Wisata Kebun, Pakkatto pada tanggal 14 Mei 2011.

Kegiatan ini dihadiri oleh 75 anggota jemaat (anak-anak dan dewasa). Rombongan berangkat dari TC Mandai pada pukul 9.00 (pagi) dengan menyewa bus Patas-DAMRI dan beberapa kendaraan pribadi lainnya. Oleh karena jalanan yang sedang daam perbaikan dan sedikit macet, maka rombongan tiba sekitar 11.15 siang. Kegiatan diawali dengan ibadah singkat yang dipandu oleh Jenifer Ladja dengan beberapa lagu, membaca kisah kebangkitan Yesus dari Injil Yohanes 20:1-10 oleh salah seorang anak Sekolah Minggu, dan doa oleh Pnt. Kurnaini Alwi.

Acara dilanjutkan dengan games berpacu dalam Kidung Jemaat yang dipandu oleh Pdt. Ike Ngelow bersama seksi acara, di mana peserta dibagi atas: kelompok Kaum Bapak, Kaum Ibu, Pemuda-Remaja, dan Sekolah Minggu (Games ini dimenangkan oleh kelompok Sekolah Minggu). Setelah acara game selesai, dilanjutkan dengan makan siang (doa oleh Pdt. Paulus Pellu) dan acara bebas. Acara diakhiri pada pukul 3.00 sore dengan doa penutup oleh Pdt. Armin Sukri sebelum rombongan kembali ke Mandai.

Damai Sejahtera Kristus

Memaknai Damai Sejahtera Kristus dalam Konteks Dunia yang Bergumul
(Bacaan Alkitab: Injil Yohanes 20:19-23)

Pdt. Armin Sukri, M.Th

Pendeta GKSS, Durektur Yayasan Pelayanan Reformed Makassar (YPRM)


Saudara-saudara seiman di dalam Tuhan Yesus Kristus, saat ini kita masih berada dalam masa post Paskah (minggu-minggu setelah Peristiwa Kebangkitan Yesus), dimana dalam masa tersebut Alkitab memberi kesaksian mengenai beberapa peristiwa perjumpaan Yesus dengan murid-murid-Nya sebelum naik ke surga. Peristiwa tersebut ditulis juga oleh Penulis Injil Yohanes sebagaimana yang kita baca dalam perikop tadi.

Saudara-saudara yang kekasih di dalam Tuhan!

1. Situasi Para Murid

Apa yang terjadi kepada murid-murid Tuhan Yesus setelah peristiwa penangkapan sampai kepada kematian-Nya? Beberapa ahli tafsir Alkitab mengatakan bahwa murid-murid Yesus ketika itu bercerai berai dan ada yang kembali ke tempat kediamannya masing-masing. Namun demikian dari keterangan Alkitab kita dapatkan bahwa pada hari pertama dalam seminggu, murid-murid mengadakan pertemuan,

Pertemuan para murid ini tidak dijelaskan apakah berlangsung setiap hari pertama dalam Minggu itu dan juga tidak di sebutkan hari apa yang dimaksud. Tetapi menurut kalender atau penanggalan Romawi maka hari pertama dalam seminggu adalah jatuh pada hari Minggu.


ayat 19: Ketika hari sudah malam pada hari pertama Minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus.Pada pasal 20:1 juga didapati keterangan akan adanya suatu pertemuan diantara mereka ketika peristiwa kebangkitan Yesus terjadi (cf. Lukas 24:1, Matius 28:1). Selanjutnya diberikan keterangan bahwa pada waktu itu murid-murid Yesus dilanda rasa takut terhadap orang-orang Yahudi. Ada beberapa alasan yang dapat kita kemukakan mengenai ketakutan para Murid.

· Ada kemungkinan orang-orang Yahudi pada waktu itu tidak hanya berhenti ketika mereka berhasil menyalibkan Yesus, tetapi mereka juga berusaha menangkap para murid dan mereka yang terkait dengan pekerjaan Yesus. Bagi mereka gerakan yang dibawa oleh Yesus merupakan ancaman besar dalam tata keagamaan mereka. Hal ini kita dapat lihat dalam ajaran-ajaran Yesus dan kritikan-kritikannya terhadap pemimpin-pemimpin Yahudi khususnya dari golongan Farisi dan Saduki (Matius 12:1-8, Murid-murid Yesus dinilai tidak menghormati Sabat dengan memetik gandum. (Matius 12:915a, Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Matius 16:5-12 (c.f. Markus 8:14-21), waspada terhadap orang Farisi dan Saduki.

· Kebangkitan Yesus yang ditandai dengan kubur yang kosong (tubuh Yesus hilang dari kubur) menghasilkan kecurigaan dikalangan para pemimpin orang Yahudi bahwa para muridlah yang telah mencuri dan memindahkan tubuh tersebut dari dalam kubur.

· Para pemimpin agama khawatir kalau-kalau peristiwa penyaliban Yesus dan berita tentang kebangkitan-Nya membawa pengaruh dalam masyarakat dan keagaamaan. Mereka takut kalau para murid dapat memimpin gerakan keagamaan yang dapat mengancam kedudukan mereka.

Dalam suasana yang demikian para murid (dan kemungkinan pengikut-pengikut Tuhan yang lain) merasa mereka tidak tentram, tidak aman atau kelangsungan hidup mereka terancam. Itulah sebabnya mereka berkumpul dengan pintu-pintu dalam keadaan terkunci.

Dalam situasi yang sama yaitu dicekam oleh ketakutan terhadap kekuasaan, baik itu yang datang dari golongan-golongan agama, masyarakat dan pemerintah, banyak para pengikut Tuhan Yesus (orang-orang Kristen) sekarang ini tidak memiliki kebebasan untuk bersekutu. Mereka berkumpul dalam tempat-tempat yang dirahasiakan (bawah tanah), jauh dari jangkauan banyak orang dan dalam keadaan yang serba terbatas (mis. Kekristenan di Tiongkok, sebagian Africa dll).

2. Penampakan Yesus di depan para Murid

Selanjutnya dalam ayat 19b dikatakan, Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” Dalam suasana yang dilanda ketakutan ini, Yesus datang dan menampakkan diri kepada murid-murid-Nya yang hadir pada saat itu. Dalam Injil lain dikatakan bahwa ketika Yesus datang secara tiba-tiba dan berdiri ditengah-tengah mereka, para murid terkejut dan takut sebab mereka menyangka bahwa mereka melihat hantu (Lukas 24:37). Ini adalah suatu gejala psikologis (Psychological Phenomena), dimana seseorang yang berada dalam keadaan tertekan dan ketakutan biasanya tidak dapat berfikir dengan baik dan tenang. Pada saat itu para murid tidak dapat mengenal dengan baik dan jelas Guru mereka yang selama lebih kurang tiga setengah tahun bersama-sama dengan mereka dalam pelayanan. Bahkan tidak sampai di situ saja, mereka menyangka bahwa Yesus yang berdiri di hadapan mereka itu adalah hantu (Saya kira ini sudah biasa dalam situasi kita, kalau ada orang yang sudah mati secara tiba-tiba muncul ditengah-tengah orang banyak pasti akan menimbulkan efek seperti yang dialami oleh para murid). Tetapi lebih jauh Lukas mengisahkan bahwa penampakan Yesus ini adalah penampakan secara Jasmaniah bukan dalam wujud roh seperti halnya hantu. Lukas 24:39 disana Yesus berkata, …Aku sendirilah ini, .rabahlah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya. Bahkan dalam ayat 41, Yesus meminta kepada mereka makanan untuk dimakan-Nya. Ini benar-benar membuktikan bahwa Yesus yang hadir di depan mereka adalah Yesus yang dulu mereka kenal dan bersama-sama dalam pelayanan. Yesus yang berdiri dihadapan mereka adalah Tuhan yang telah bangkit secara jasmaniah dan menang atas kuasa maut (Ada banyak ajaran sekarang yang berkembang bahwa Yesus tidak bangkit secara jasmaniah. Kebangkitan Yesus adalah kebangkitan secara rohaniah yang dikaitkan dengan pernyataan iman para murid. Atau dengan kata lain bahwa kebangkitan Yesus adalah hasil imaginasi para murid yang pada saat itu berada dalam keadaan yang penuh dengan tekanan).

· Apa arti penampakan Yesus dalam konteks para murid masa itu?

Penampakan Yesus merupakan suatu jaminan dan sekaligus jawaban terhadap ketakutan dan tekanan yang dihadapi para murid. Kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka merupakan bukti bahwa Yesus ada bersama dengan mereka. Para murid tidak perlu khawatir dan takut terhadap situasi yang sedang mereka hadapi, sebab Yesus telah benar-benar bangkit dan kebangkitan-Nya itu merupakan bukti kemenangan-Nya atas segala kuasa yang ada bahkan maut sekalipun (Roma 6:9, Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia. c.f. Matius 28:18, Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.).

Penampakan Yesus merupakan suatu momentum (saat yang penuh arti) agar para murid dapat berdiri teguh dan mempersiapkan diri untuk suatu tugas yang akan mereka terima kelak, yaitu pergi untuk memberitakan kabar keselamatan di dalam Kristus (Matius 28:19:20, Markus 16:15, Lukas 24:47, dan Kisah Rasul 1:8). Dalam melaksanakan tugas ini para murid tidak perlu takut dan gentar sebab Yesus yang telah bangkit dan menampakkan diri secara Jasmaniah kepada mereka adalah juga Yesus yang berjanji bahwa Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman (Matius 28:20 akhir).

3. Menghayati Damai Sejahtera Kristus

Ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka, Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!” (Ingglish : Peace be with you! Hebrew: Syalom dan Greek: eirene=Syalom ) dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan Lambung-Nya kepada para murid (ayat 19 akhir dan 20). Damai sejahtera atau Syalom dihubungkan dengan keselamatan (Kel.4:13, Markus 5:34 dan Lukas 7:50), Ketentraman (Mazmur 4:8), Kemujuran (Mazmur 73:3) dll. Dalam kata ini terkandung pengertian bahwa keselamatan, ketentraman, kemujuran, kedamaian, sukacita dan kebahagiaan telah hadir ditengah-tengah kehidupan para murid. Dengan pengertian ini, berarti bahwa ketakutan dan perasaan tertekan yang dialami oleh para murid pada waktu itu berganti dengan sukacita, kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan keselamatan melalui kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka. Damai sejahtera kini menjadi bagian dari kehidupan mereka dan diberikan kepada mereka sebagai suatu kenyataan dalam kehidupan mereka.

Namun yang menarik di sini adalah setelah mengucapkan “Damai sejahtera bagi kamu!”, Yesus menunjukkan bekas luka ditangan-Nya dan lambung-Nya yang merupakan simbol atau tanda penderitaan-Nya. Disini ada semacam hal yang sangat contrast antara pengertian damai sejahtera dan simbol penderitaan Yesus. Dua hal yang sama sekali bertentangan dalam batasan pengertian bahasa kita (pemahaman kita). Damai sejahtera menempatkan manusia dalam situasi bahagia sedangkan stigmata atau bekas luka Tuhan Yesus menempatkan manusia dalam situasi penderitaan.

· Apa makna dari realitas (kenyataan) ini?

Damai sejahtera dan simbol penderitaan Yesus merupakan dua hal yang tidak dipisahkan dalam panggilan para murid. Kedua hal ini ibaratkan dua sisi mata uang yang selalu hadir secara bersama-sama. Tanpa sisi yang lain maka uang logam itu tidak berarti apa-apa, sebaliknya akan berarti besar bila keduanya saling melengkapi.

Damai sejahtera dalam pemanggilan para murid tidak terlepas dari penderitaan sebagai pengikut-pengikut Kristus. Yesus sendiri sudah memperingatkan hal ini kepada murid-murid-Nya sebelum Dia disalibkan. Lukas 14:27, Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. C.f. Matius 1624, Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya dan memikul salibnya dan mengikut Aku.

Damai sejahtera selalu berjalan beriringan dengan konsekwensi sebagai murid-murid Yesus yaitu penderitaan. Hal ini dapat dilihat kemudian dalam sejarah pekabaran Injil/Gereja bahwa hampir semua murid Tuhan Yesus mati sebagai martyr (Yakobus mati dengan pedang, Petrus di salibkan dll). Juga dalam perkembangan orang Kristen selanjutnya bahwa mereka tidak pernah lepas dari penderitaan sampai pada hari ini oleh karena iman mereka kepada Yesus Kristus. Jemaat mula-mula hidup menderita dalam pemerintahan kekaisaran Romawi, bahkan ada sebuah catatan dalam sejarah gereja bahwa tubuh orang-orang Kristen dijadikan obor untuk menerangi kota Roma pada malam hari dan mereka dijadikan mangsa binatang buas dalam gelanggang olahraga. Namun demikian semangat para murid dalam pemberitaan Injil tidak pernah mundur demikian juga semangat orang-orang Kristen pada masa itu tidak pernah patah. Orang Kristen adalah ibarat sebuah tanaman yang semakin dibabat semakin merambat. Inilah yang dimaksudkan Paulus ketika dia berkata,”Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit, kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan namun tidak binasa (2 Korintus 4:8-9).

Pertanyaan bagi kita adalah apa yang menjadi pegangan setiap murid Tuhan dalam situasi penderitaan? Jawabannya adalah sebab Damai sejahtera Kristus ada ditengah-tengah mereka. Damai sejahtera Kristus berbeda dengan damai sejahtera yang ditawarkan oleh dunia ini yang semata-mata hanya menjanjikan kesenangan, kenikmatan, materialisme, dan lain sebagainya tetapi yang sifatnya sementara saja. Nabi Yesaya berkata, Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua semaraknya seperti bunga di padang. Rumput menjadi kering dan bunga menjadi layu… (Yesaya 40:6-7). Damai sejahtera Kristus yang memberikan jaminan kebahagiaan dan keselamatan hidup yang kekal merupakan pendorong semangat mereka dalam melaksanakan tugas pemberitaan Injil. Orientasi mereka jauh kemasa depan dan bukan hanya terfokus kepada apa yang ditawarkan oleh dunia ini. Sama seperti Bapa mengutus Dia demikianlah juga Yesus mengutus murid-murid-Nya dengan kuasa ke dalam dunia ini (ayat 21-23). Rasul Paulus menegaskan bahwa Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya… (Filipi 3:7-8). Paulus telah memperoleh Damai Sejahtera yang sejati yaitu Damai Sejahtera Kristus, dengan demikian meskipun dia menderita sebagai pengikut Kristus, namun Ia tahu bahwa di dalam Kristus dia akan memperoleh kebahagiaan dan kedamaian yang sejati.

Aplikasi dan Kesimpulan

Saudara-saudara yang kekasih di dalam Kristus!

Bagaimana kita menghayati Damai sejahtera Kristus dalam terang Paskah di tengah-tengah kehidupan kita saat ini?

· Kita hidup dalam dunia yang penuh tawaran dan tantangan

Saat ini kita hidup dalam dunia yang sedang mengalami perubahan. Modernisasi yang ditandai dengan kemajuan tekhnologi dan pembangunan menghasilkan banyak tawaran dan tantangan. Kita ditawarkan dengan berbagai hal yang menjanjikan kemudahan dan keseronokan (mulai dari hal yang terkecil sampai kepada hal yang paling utama dalam kebutuhan hidup kita). Sekaligus kita ditantantang untuk lebih kritis dan kreatif dalam berbagai aspek kehidupan kita (pendidikan, pekerjaan dan bahkan pelayanan kita), sebab kalau tidak kita hanya akan tinggal sebagai penonton saja. Ketika orang sudah maju selangkah kita masih diam di tempat dan ketika orang sudah berhasil baru kita sadar akan kegagalan kita. Namun, sebagai murid-murid Tuhan kita harus waspada dengan apa yang dijanjikan oleh dunia ini. Semua kebahagiaan, kenikmatan, dan kesejahteraan yang ditawarkan oleh dunia ini memang tidak salah untuk kita rasakan dan terima karena selama kita hidup didunia maka kitapun membutuhkannya. Tetapi semua itu harus dinilai secara kritis berdasarkan ukuran dan norma Kristus. Atau dengan kata lain sangat penting bagi kita untuk “berjaga-jaga dan berdoa”, artinya adalah sebagaimana dikatakan oleh rasul Paulus, Karena itu perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari itu jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan… (Efesus 5:15-17). Kita memikirkan hal-hal yang ada di atas dan bukan diperhamba oleh hal-hal yang ada di bumi (c.f. Kolose 3:2). Mintalah Damai Sejahtera Kristus untuk berdiam ditengah-tengah kamu…

· Damai sejahtera Kristus menjadi kekuatan dalam menghadapi penderitaan sebagai murid-murid-Nya.

Kekristenan tidak pernah menjanjikan suatu kehidupan yang serba enak, mudah, aman, dsb. Tetapi orang Kristen tidak pernah terlepas dari salib yang harus kita pikul kapan dan dimanapun masa itu terjadi dalam kehidupan kita. Kita harus selalu siap sedia untuk menghadapi situasi yang tersulit sekalipun dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen. Kekuatan kita adalah Kristus yang telah bangkit dan memperlihatkan diri kepada murid-murid-Nya dan memberi mereka damai sejahtera. Yesus yang ada dulu adalah sama dengan Yesus yang ada di dalam kita. Dia tidak berubah dari saat ini sekarang dan selama-Nya (amin!).

Seperti janji-Nya kepada para murid bahwa Aku akan menyertai engkau sampai kepada akhir zaman adalah juga janjinya kepada kita saat ini dan tidak ada satu kuasa apapun yang akan memisahkan kita dari Kristus (Roma 8:35-39). Barangkali kita tidak akan mengalami peristiwa yang dialami para murid pada waktu itu, yaitu Yesus menampakkan diri secara jasmani ditengah-tengah mereka. Tetapi ini bukan alasan kita untuk meragukan ataupun tidak mempercayai sama sekali kuasa Kristus. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya (Yohanes 20:29 akhir).

Kristus yang telah bangkit dan kepada-Nya telah diberikan kuasa baik di bumi dan di surga juga berkuasa atas kehidupan kita. Justru di dalam penderitaan, kita dapat mengenal betapa besar kuasa dan kasih Tuhan dalam hidup kita dan betapa indah damai sejahtera yang disediakan bagi kita. Damai sejahtera kristus bersama dengan kita, terpujilah Tuhan…….. (Amin).





Monday, May 9, 2011

Hari Pentakosta

Warna Liturgis: Merah Jenis Hari Raya: Pesta
Waktu: 50 hari sesudah Paskah
Lama perayaan: satu hari (dahulu seminggu penuh)
Pokok Perayaan: Ketuangan Roh Kudus dan lahirnya Gereja
Nama Lain: Minggu Putih
Referensi Alkitab: Kis 2:1-11


Perayaan Pentakosta: tanggal 31 Mei 2009; 23 Mei 2010; 12 Juni 2011; 27 Mei 2012.
Dalam setiap tahunnya, gereja secara liturgis berjalan dari minggu ke minggu mengikuti kehidupan Yesus Kristus. Perjalanan liturgis kalender gerejawi ini dimulai dengan Minggu Advent I (4 minggu sebelum Natal, dihitung mulai dari hari Minggu terdekat ke tanggal 30 November) menantikan kedatangan-Nya (hari Natal, 25 Desember), dan sunat/ penyerahan-Nya di Bait Allah (Luk 2:21 dst; 1 Januari) dan perkunjungan orang Majus (6 Januari). Kemudian masuk minggu-minggu sengsara (7 minggu) penyaliban dan kematian-Nya (Jumat Agung), lalu kebangkitan-Nya (Paskah, yang tepat pada hari Minggu). Setelah 40 hari penampakan-penampakan-Nya kepada para murid di Yerusalem dan Galilea, Yesus nasik ke sorga (pada hari Kenaikan); dan 10 hari kemudian Roh Kudus dicurahkan (pada hari Pentakosta). Dalam perjalanan liturgis ini gereja merayakan hidup Tuhan Yesus Kristus dengan ibadah, doa, pemberitaan firman, sakramen, hiasan gereja, lambang-lambang, pergantian warna kain mimbar dan pakaian pejabat gereja (termasuk stola), dsb. Perayaan hari Pentakosta mulai populer dalam gereja sejak abad ke-4.

Pada waktu Tuhan Yesus
Dengan murid-Nya di Bukit Zaitun
Datanglah awan yang khabus
Tuhan Yesus pun terangkatlah
Ke dalam t’rang.

Reff

Tuhan Yesus sabdalah:
Hai, janganlah kamu cerai
Dari negeri Yerusalem
Nantikanlah, nantikan janjian Bapamu.

Kemudian s’puluh hari
Datanglah Roh yang dijanjikan-Nya
Hinggap di kepala rasul
Dialah pemimpin, satu orang berkuasa penuh


Demikianlah dalam penanggalan gereja hari Pentakosta dihubungkan dengan hari pencurahan Roh Kudus kepada para rasul (Kis 2: 1 dst). Hari Pentakosta disebut juga hari Minggu Putih (Whitsunday) karena dahulu di Barat orang-orang yang dibaptis pada malam menjelang hari perayaan itu memakai pakaian putih. Tetapi pejabat gereja memakai pakaian warna merah, karena merujuk pada api Roh Kudus. Hari Pentakosta juga dihubungkan dengan lahirnya gereja. Umumnya perayaan Pentakosta dikaitkan dengan peran pembaharuan, persekutuan dan karunia-karunia Roh Kudus bagi orang percaya. [Sebagai aliran gereja, nama Pentakosta pada mulanya muncul pada awal abad lalu di Amerika Serikat, dan merupakan gerakan pembaharuan yang menekankan kuasa dan karunia-karunia Roh Kudus, khususnya penyembuhan ilahi dan bahasa lidah.]

Latar Belakang Yahudi

Latar belakang perayaan Pentakosta adalah suatu perayaan Yahudi, salah satu dari tiga perayaan utama: Paskah, Tujuh Minggu, dan Pondok Daun. Perayaan-perayaan dalam agama Yahudi terhubung dengan pesta-pesta kebudayaan agraris kuno, dan sebagai peringatan peristiwa-peristiwa sejarah bangsa itu. Paskah yang diperingati dalam rangka peristiwa keluaran dari Mesir adalah perayaan awal panen, dengan mempersembahkan berkas jelai (persembahan unjukan Bil 23:15), yang diakhiri dengan perayaan Tujuh Minggu (lazim disebut Shavuot), yaitu hari kelima puluh setelah Paskah, dengan mempersembahkan dua roti yang dibuat dari panen hulu hasil gandum. Hari raya Pondok Daun dirayakan seminggu setelah panen buah-buahan (anggur, zaitun, kurma dsb Ul 16: 9 dst). Di Palestina dikenal hasil bumi utama: gandum, jelai, pohon anggur, pohon ara, pohon delima, pohon zaitun, dan pohon kurma (band Ul 8:8). Tema dasar seluruh perayaan panen itu dirangkum dalam Mzr 65:10-11

Engkau mengindahkan tanah itu, mengaruniainya kelimpahan, dan membuatnya sangat kaya. Batang air Allah penuh air; Engkau menyediakan gandum bagi mereka. Ya, demikianlah Engkau menyediakannya: Engkau mengairi alur bajaknya, Engkau membasahi gumpalan-gumpalan tanahnya, dengan dirus hujan Engkau menggemburkannya; Engkau memberkati tumbuh-tumbuhannya.

Tetapi istilah Pentakosta tidak terdapat dalam Perjanjian Lama; penamaan Pentakosta (Yunani: lima puluh) berasal dari kalangan Yahudi yang tinggal di wilayah berbahasa Yunani. Dalam Perjanjian Baru nama hari raya Pentakosta disebutkan tiga kali (Kis 2:1; 20:16 dan 1Kor 16:8), semuanya menunjuk pada perayaan orang Yahudi. Dalam Perjanjian Lama, perayaan ini dikenal dengan banyak nama: Perayaan Panen (Kel. 23: 16) dan Perayaan Tujuh Minggu (Kel 34: 22; Ul 41: 10; II Taw 8: 13); Juga hari Buah Bungaran (Buah Sulung, Bil. 28: 26;). Kemudian disebut pula Perayaan Penutup atau Penutupan Masa Paskah. Di Palestina panen berlangsung tujuh minggu dan merupakan masa sukaria (Yer 5: 24; Ul 41: 9; Yes 9: 2). Masa panen dimulai dengan panen jelai selama Paskah, dan berakhir dengan panen gandum pada Pentakosta. Jadi Pentakosta adalah pesta terakhir perayaan panen, yang dirayakan selain dalam peribadahan bersama, juga dalam perayaan sosial makan bersama para undangan (band. Paskah yang lebih dirayakan dalam lingkup terbatas keluarga).

Menurut Kel 34: 18-26 (band 33: 10-17), perayaan Tujuh Minggu ini adalah yang kedua dari tiga perayaan yang dirayakan dengan tarian altar kaum pria di tempat suci. Mereka harus membawa buah sulung dari panen gandum (Ul 16:9-12), yang dilaksanakan dalam suatu upacara penyembahan yang menggabungkan tradisi pertanian dengan sejarah Israel. Kitab Ulangan 26:1-11 memuat petunjuk penyembahan dengan liturgi yang berisi “Pengakuan Iman Israel” berdasarkan sejarahnya. Pengakuan itu adalah pemilihan leluhur, pembebasan dari Mesir, pemeliharaan di padang gurun, dan pemberian Tanah Kanaan. Salah satu pokok yang tidak tercantum adalah pemberian Hukum Torat (band. Rangkuman sejarah Israel dalam Neh 9).

Dalam Im 23: 15-22 juga diatur persembahan pada perayaan ini, berupa 2 roti beragi dari tepung gandum panen perdana. Bentuknya berombak sehingga disebut “roti berombak”. Dan karena roti itu beragi tidak dapat diletakkan di mezbah (Im 2:11). Kedua ketul roti diserahkan masing-masing satu kepada Imam Besar dan satu kepada para imam lainnya. Mereka memakannya dalam kompleks tempat suci. Di samping itu, terdapat pula kewajiban memberi persembahan korban hewan (lihat Bil 28:26-31; Im 23:15-22).

Dalam tradisi Yahudi kemudian hari, perayaan Pentakosta juga dihubungkan dengan hari lahir Torat (pemberian hukum-hukum Tuhan di Sinai), yang dirayakan dengan membaca Torat semalam suntuk atau sampai tengah malam. Bagian-bagian bacaan Kitab Suci adalah sbb:

* Hari-hari Penciptaan (Kej 1:1 - 2:3);
* Keluaran dan Nyanyian di Laut Merah (Kel 14:1 - 15:27)
* Pemberian 1o Hukum di Sinai (Kel 18: 1 - 20:26; 24:1-18; 34: 27-35; Ul 5: 1 - 6:9)
* Sejarah dan bagian dari “Dengarlah” (Ul 10:12 - 11:25)
* Kitab nabi-nabi: Yehezkiel fasal 1; Hos 1:1-3; Hab 2:20-3:19; dan Mal 3:22-24.
* Kitab Rut dibaca seluruhnya;
* Mazmur: 1, 19, 68, 119, 150.


Karena Torat dikaruniakan pada hari Pentakosta, para Rabbi Yahudi menjadikannya hari raya gembira. Seorang rabbi terkemuka menetapkan supaya dihidangkan anak lembu terbaik, karena sekiranya Torat tidak dikaruniakan Tuhan maka tidak akan muncul para rabbi terpelajar di kalangan umat itu. Perayaan Paskah dan Pentakosta, yang merupakan satu rangkaian, kemudian menjadi salah satu alasan tradisi mudik orang Yahudi diaspora ke Yerusalem setiap tahun (band Kis 2:5).

Kemudian hari berkembang kebiasaan memakan makanan olahan dan kue keju dari susu sapi untuk menghormati Torat, yang rasanya seperti “madu dan susu” (band Kid 4:11). Setelah itu baru makan daging.

Di sinagoge gulungan kitab Rut dibaca karena berisi kisah Rut sebagai orang asing yang menerima agama Yahudi, dan adanya ceritera mengenai panen, yang cocok menghubungkan Pentakosta sebagai perayaan Torat dan perayaan panen. Juga dipercaya bahwa Raja Daud, yang adalah keturunan Rut, wafat pada hari Pentakosta.

Pada perayaan Pentakosta orang Yahudi menghiasi rumah dan sinagoge dengan daun-daunan, dan pohon-pohonan, yang berhubungan baik dengan dunia pertanian maupun dengan pengalaman perjalanan keluaran di padang tiah.

Pada perayaan Pentakosta dilakukan konfirmasi (=sidi) bagi para pemuda Yahudi; suatu tradisi dari kalangan pembaru agama Yahudi. Hari Pentakosta sebagai hari lahir Torat, juga dirayakan sebagai hari lahir agama Yahudi.

Demikianlah perayaan Pentakosta Yahudi meliputi:

• Sidi bagi para pemuda (khusus komunitas Yahudi reformis)
• Pembacaan puisi liturgis pada ibadah pagi di sinagoge
• Makan makanan olahan dari susu, seperti keju dan mentega
• Pembacaan kitab Rut pada ibadah pagi
• dekorasi rumah dan sinagoge dengan daun-daunan
• Melakukan studi Torah sepanjang malam.


Beberapa Tradisi Pentakosta dalam Gereja:

* Di Italia terdapat tradisi menghambur kelopak-kelopak bunga mawar merah dari langit-langit gereja sebagai peringatan mujizat keturunan Roh Kudus. Sebab itu hari Pentakosta disebut pula Pasqua rosatum atau Pascha rossa (Paskah Merah).

* Di Perancis orang meniup terompet untuk mengingat suara angin gemuruh ketika keturunan Roh Kudus.

* Di Rusia orang membawa mawar dan ranting-ranting pohon ke gereja.

* Dalam Gereja Ortodoks Timur berlangsung doa puitis dan pembacaan Mazmur serta ibadah khususk sepanjang malam menjelang Pentakosta. Pada kebaktian Pentakosta biasanya berlangsung baptisan, dan hari Minggu Pentakosta itu disebut Hari Minggu Tritunggal.

* Di Libanon, hari Pentakosta menandai berakhirnya musim dingin. Sesudah kebaktiasn keluarga-keluarga pergi ke hutan berpiknik menikmati musim semi. Anak-anak bermain ayunan, yang digantung di cabang-cabang pohon (pinus, zaitun, araz).

* Di Polandia, Pentakosta disebut “Hari Raya Hijau”. Orang menghias rumah mereka dengan cabang-cabang hijau, sebagai tanda berkat Tuhan bagi penghuninya. Dahulu ada arak-arakan ke padang pertanian untuk memberkati tanaman.

* Di Ukraina, Pentakosta disebut Hari Minggu Hijau. Bagian dalam gereja dihiasi daun-daun yang gugur, dan pada pintu dan tangga ditaruh ranting-ranting. Pejabat gereja dan anak-anak altar memakai pakaian hijau; demikian juga sejumlah warga gereja. Hal ini untuk memperingati tiga ribu orang yang dibaptis pada hari Pentakosta; mereka memasuki kehidupan baru yang ditandai dengan warna hijau. Warna hijau juga menunjuk pada pengaruh perayaan dan pemahaman Yahudi.

* Di Negeri Belanda, Pentakosta disebut "Pinksteren", dan hari Senin besoknya adalah hari libur nasional. Karena satu-satunya hari libur sebelum hari Natal, dan yang umumnya dengan maka
di musim yang cerah, maka dilakukan bazar dan festival, terutama Pinkpop , sesuai nama Pentakosta dalam bahasa Belanda, Pinksteren.

Kesimpulan

Tradisi perayaan hari Pentakosta mengandung nilai-nilai dari latar belakang perayaan panen dan penerimaan Torat Yahudi, maupun tradisi Kristen mengenai Roh Kudus dan lahirnya Gereja. Para pemimpin gereja perlu memikirkan bagaimana pada masa kini perayaan ini (demikian juga perayaan lainnya) diberi pemaknaan dan bentuk-bentuk yang menggairahkan penghayatan serta komitmen iman. Pentakosta dapat dihubungkan dengan panen dan pemeliharaan alam, tetapi juga dengan pembaharuan hidup dan ketaatan. Kegembiraan dan fungsi sosialnya memang tidakisa menyamai perayaan Natal, namun di pedesaan dapat digabung dengan syukuran panen.

Disarikan dari berbagai sumber
oleh Zakaria J. Ngelow


Yesus Naik ke Sorga

http://www.gkisuryautama.org/artikel.php?id=106&kategori=renungan&halaman=5&title=Yesus%20Naik%20ke%20Sorga

Salah satu hari istimewa dalam Masa Raya Paska adalah Hari Raya Yesus Naik ke Sorga. Kalender di Indonesia menulisnya: Kenaikan Isa Almasih. Gereja-gereja di Indonesia cenderung menyebutnya: Kenaikan Yesus ke Sorga. Padahal penyebutan Yesus Naik ke Sorga cukup pas dari segi pemahaman karena kesederhanaan penyebutannya.

Dengan penyebutan yang bermacam-macam itu, mengapa hari raya yang satu ini begitu tidak menarik perhatian?

Pada awal sejarah hingga menjelang abad ke-4, Gereja merayakan Minggu Pentakosta bukan hanya sebagai hari turunnya Roh Kudus, tetapi juga sebagai hari Yesus naik ke sorga (Kis 1:1-11). Tertullianus menuliskan bahwa Kristus naik ke sorga pada hari Pentakosta. Bahkan pada awal abad ke-4, sejarawan Eusebius menuliskan bahwa pada hari Pentakosta itu, Kitab Suci disahkan oleh Tuhan yang naik ke sorga pada hari itu, dan gereja merayakan turunnya Roh Kudus. Baru pada akhir abad ke-4, Konstitusi Apostolik menjabarkan bahwa pada hari ke-40 setelah Paska, Gereja merayakan Yesus naik ke Sorga.

Tema ini menjadi satu kesatuan, bahkan dilakukan pula oleh Gereja di Yerusalem. Gereja masih memandang bahwa kenaikan-Nya dan turunnya Roh Kudus terjadi dalam sekali peristiwa. Baru pada masa kemudian, yakni setelah abad ke-4, ada perayaan hari ke-40 setelah Paska. Atau lebih tepat disebut perayaan sepuluh hari sebelum Pentakosta, sebab secara kronologis, hari raya Pentakosta muncul lebih dahulu daripada hari raya Tuhan Naik ke Sorga. Jelaslah bahwa hari raya Yesus Naik ke Sorga merupakan perpanjangan hari raya Pentakosta.

Menjelang akhir abad ke-4, Poemonia, seorang perempuan Roma dari kalangan terpandang, mendirikan Gereja di situs tradisional tersebut (Kis 1:2-11, tidak terlalu jauh jaraknya dari Yerusalem, di bukit Zaitun), yang dikenal bernama Imbomon. Hingga masa itu, orang tidak setuju akan hari keempat puluh sebagai hari Yesus Naik ke Sorga. Tetapi Konsili Toledo (400) menerima dan menetapkannya sebagai hari raya Yesus Naik ke Sorga. Gereja awal mempersaksikan bahwa selama empat puluh hari “Ia berulang-ulang menampakan diri dan berbicara” (Kis 1:3). Selanjutnya tidak ada indikasi tentang 40 hari masa kebangkitan-Nya hingga Ia terangkat ke sorga.

Angka 40 ini menjadi angka yang istimewa bagi tradisi Yahudi, tetapi terlebih pada penyusuaian pada Kisah 1:3 tentang kenaikan-Nya ke sorga. Maka dengan dasar itulah gereja kemudian hari merayakan Yesus naik ke sorga.

Berita pada hari kenaikan-Nya itu adalah: Ia dimuliakan sebagai Raja dunia sebagaimana di sorga. Bacaan dan nyanyian dalam ibadah mempersaksikan hal tersebut. Sekalipun hari raya Yesus Naik ke Sorga tidak semeriah hari-hari raya lain, ia menjadi salah satu mata rantai penting dalam kalender gerejawi. (RR)

Setelah Kebangkitan Itu

(Lukas 24 : 13-35)
Saumiman Saud *)

https://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/emaus


Tatkala membaca Injil Sinoptik setelah peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus yakni yang kita peringati beberapa minggu lalu, kita sering lupa bahwa betapa sukarnya murid-murid Yesus untuk mengaminkan atau mempercayai apa yang sebenarnya mereka lihat dengan mata kepala sendiri. Peristiwa ajaib sekitar 2000 tahun lalu, tanda kubur yang kosong, belum cukup[ untuk meyakinkan mereka bahwa Yesus sudah bangkit. Fakta atau kenyataan ini bagi mereka hanya menunjukkan bahwa Yesus sekarang memang tidak berada di dalam kubur; hanya itu saja. Bagi mereka konsep kebangkitan Yesus jauh masih dari pemikiran: yang ada kemungkinan besar Yesus telah hilang dari kubur. Untuk meyakinkan para murid, rupanya perlu pertemuan yang lebih banyak antara pribadi Yesus sendiri dengan mereka.


Selama tiga tahun menjadi murid, bergaul dan pergi selalu bersama-sama, demikian juga makan bersama-sama, suka-duka bersama-sama, dan masih banyak lagi yang mereka kerjakan bersama-sama, ternyata belum cukup untuk mengenal pribadi Yesus lebih mendalam. Seorang penulis yang bernama Frederick Buehner sangat terpesona melihat kualitas dalam peristiwa penampakan Tuhan Yesus setelah minggu Kebangkitan. Tidak ada malaikat di langit yang bertepuk-sorak menyanyikan pujian. Tidak ada raja yang sengaja datang dari negeri yang jauh untuk membawa persembahan. Yesus menampakkan diri dalam keadaan yang paling biasa; makan malam bersama antara dua orang yang berjalan di perjalanan menuju Emaus.



Bagian Alkitab yang kita baca ini menceritakan tentang penampakan diri Yesus di Emaus. Suatu desa yang kurang lebih 12 km (tujuh mil jauhnya dari kota Yerusalem) Memang Lukas sendiri tidak mengatakan bahwa kedua orang tersebut berjalan dari arah Yerusalem. Kedua orang ini dikatakan sedang mempercakapkan tentang apa yang terjadi. Alkitab kita mencatat bahwa mereka sedang 'bertukar-pikiran" yang boleh diterjemahkan dengan "berbantah-bantah" atau "bersoal-jawab" (lihat dan bandingkan dengan Lukas 22:23). Mungkin ada ketidak-sepakatan mereka tentang isue-isue di luar sana? Desas-desus yang mereka bicarakan rupanya bukan rahasia lagi, tetapi sudah diketahui oleh umum.

Yesus sekarang tidak lagi berada di dalam kubur; mereka semua sudah tahu, khususnya informasi ini mereka peroleh dari para wanita yang sudah terlebih dahulu pergi ke kubur; ditambah lagi Petrus sendiri sudah membenarkannya. Tetapi ternyata para murid tidak begitu gampang menerima berita itu, bukankah baru kemarin Yesus mati tergantung di kayu salib? Bagi para murid, pengharapan itu seakan-akan kosong dan hampa. Yesus yang mereka harapkan menjadi pahlawan ternyata kalah dan babak belur di atas salib. Lukas sendiri mencatat , ayat 21 "Padahal kami! dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel." Ada nada kecewa terutama dari Kleopas dan temannya. Senja di Emaus merupakan momen penting bagi Yesus untuk memperbaharui konsep murid-murid yang luntur. Ada 3 hal yang akan kita pelajari berkenaan dengan senja di Emaus;



I. Senja di Emaus mengubah yang ragu menjadi percaya.


Secara manusia bagi murid-murid, peristiwa penyaliban Tuhan Yesus merupakan suatu kekalahan yang besar. Yesus yang merupakan sang Guru Agung sekarang harus mati dengan cara yang konyol dan mengenaskan, ini sesuatu yang tidak masuk akal. Itulah sebabnya tatkala dikatakan bahwa Tuhan Yesus sudah bangkit, tidak semua murid bisa menerima begitu saja; dan Yesus mengetahuinya. Murid-murid-Nya menjadi begitu ragu akan kemampuan Yesus. Benar Ia dahulu pernah membuat air menjadi anggur. Benar dahulu Ia pernah menyembuhkan orang sakit dan lumpuh. Benar Ia dahulu pernah membangkitkan Lazarus yang mati. Benar Ia dahulu pernah memelekkan mata orang buta. ! Tetapi sekarang, Ia kalah dan tergantung di salib. Bagaimana mungkin Ia bisa bangkit? Padahal Yesus sendiri sudah mengatakan peristiwa kebangkitan-Nya yaitu pada hari ke tiga, tetapi para murid tidak menganggap hal ini serius; sehingga semua murid Yesus lupa akan hal ini.

Satu peringatan yang cukup keras yang dilontarkan sang Tamu yang tidak dikenal yakni "Yesus" ternyata tidak menyadarkan mereka. "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu yang dikatakan oleh para nabi!! Bukankah Mesias harus menderita untuk masuk ke dalam kemulian-Nya."Orang bodoh" yang dimaksud di sini adalah orang yang tidak mempunyai hikmat dan kebijaksanaan dan dalam hal ini boleh diterjemahkan dengan iman. Hai kamu yang kurang beriman, betapa lambannya engkau semua?


Berbicara tentang "orang bodoh" saya jadi teringat cerita anak Sekolah Minggu tentang "Siapa yang merobohkan Tembok Yerikho?". Suatu hari Pendeta mempunyai kesempatan untuk mengunjungi kelas-kelas Sekolah Minggu. Lalu sang pendeta bertanya pada murid-murid Sekolah Minggu, pertanyaannya demikian, Siapakah yang meruntuhkan Tembok Yerikho?. Semua murid menjadi terdiam tidak ada yang menjawab. Kemudian pendeta mengulangi lagi pertanyaannya "Anak-anak, siapa yang meruntuhkan tembok Yerikho?" Murid-murid Sekolah Minggu tetap diam, dan semuanya tertunduk. untuk ketiga kalinya pendeta kembali bertanya, "Veronica, siapa yang meruntuhkan tembok Yerikho?. Kemudian sambil sedikit memandang ke arah pendeta, ia mengatakan "Bukan saya pak? Sang guru Sekolah Minggu merasa kasihan, lalu ia mengatakan kepada pendeta demikian "Benar pak pendeta, Veronica anak yang baik, ia tidak mungkin meruntuhkan tembok Yerikho itu". Sang pendeta merasa kaget dan hampir pinsan mendengar jawaban sang guru Sekolah Minggu itu.


Kita semua orang bodoh, kadang kala kita sama seperti murid Tuhan Yesus, terlalu sukar untuk percaya. Apa lagi tatkala kita menghadapi kesulitan yang tidak kunjung berlalu. Di sana-sini penuh krisis, banyak orang yang bangkrut. Keadaan ekonomi tidak menentu. Kita sudah berdoa bahkan berpuasa, namun kesulitan itu terus melanda; bagaimana kita bisa percaya pada Yesus? Kita seakan-akan tidak gesit, kita lamban dan ketinggalan. Kita merasa gagal melayanai Tuhan, padahal yang kita kerjakan sudah benar. Kita lupa siapa yang kita layani. Jikalau kita memang benar-benar ingat siapa Yesus, siapa Tuhan kita. Maka untuk hal-hal yang baik kita tidak perlu ragu melakukannya.

II. Senja di Emaus mengobah kesia-siaan menjadi Kesempatan


Murid-murid Yesus begitu terbuai dengan pengharapan mereka, sehingga tatkala apa yang mereka harapkan itu tidak terwujud; mereka menjadi sangat kecewa. Seakan-akan apa yang mereka lakukan itu sia-sia belaka. Contoh konkret misalnya Petrus, ia merasa lebih baik kembali ke profesi masa lalu, yakni menangkap ikan. Tetapi cita-citanya tidak kesampaian; Yesus menangkap dia kembali untuk menjadi penjala manusia. Sekarang Yesus sudah berada dihadapan mereka, tetapi Yesus tidak dikenal. Ada yang mengatakan bahwa Yesus tidak dikenal karena murid-murid itu berjalan ke arah barat dan mata mereka begitu silau karena sinar matahari segera masuk, tetapi ini tentu tidak sesuai dengan jalan pemikiran penulis. Lukas juga tidak mengatakan bahwa Tuhan Yesus datang dalam wajah yang lain, sehingga tidak dikenal.

Menurut terjemahan baru, ada sesuatu yang menghalangi para murid; ayat 16 dalam bahasa aslinya diterjemahkan "mata mereka tertahan dari mengenal Dia" Artinya mereka terhalang untuk mengenali Dia. Pada saat makan, orang asing ini melakukan tindakan yang membuat mereka tersentak. Ia memecahkan roti, dan mata rantai yang hilang tiba-tiba masuk di tempatnya. Jadi yang berjalan bersama mereka sejak tadi dan sekarang sedang duduk di meja mereka adalah Yesus sendiri! Anehnya, begitu mereka mengenali Yesus , Ia langsung menghilang. Untuk mengenal Kristus yang sudah bangkit maka mata rohani setiap orang harus dicelikkan. Jikalau mata rohani kita buta, jangankan mengenal Yesus yang bangkit; mengenal Yesus saja sulit.


Dalam Perjanjian Lama, tatkala ke dua belas orang pengintai itu diutus untuk menyelidiki keadaan kota Kanaan, apa yang terjadi?? Ke sepuluh orang pulang dengan bersungut-sungut, mereka katakan kita sulit untuk merebut Kanaan, disitu banyak raksasa dan sebagainya. Tetapi lain halnya dengan Yosua dan Kaleb, mereka pulang dengan muka berseri-seri. Mereka katakan kita pasti menang. Apakah ke dua belas orang itu matanya buta? Tidak! Mereka semua sehat matanya, tetapi ada sepuluh orang yang mata rohaninya buta. Mata rohani yang buta akan membuat "Kesempatan menjadi Kesia-siaan", teta! pi sebaliknya; mata rohani yang terbuka akan membuat "Kesia-sian menjadi Kesempatan."

III. Senja di Emaus mengubah kegagalan menjadi kemenangan


Tuhan Yesus terus-menerus memperlihatkan diri-Nya kepada murid-murid, kurang lebih dua belas kali. Tatkala kedua orang itu bergegas kembali ke Yerusalem, mereka menemukan sebelas murid berkumpul di dalam rumah dalam keadaan pintu yang terkunci. Mereka menceritakan kisah menakjubkan itu, yang mendukung apa yang sudah diketahui oleh Petrus, Yesus ada di luar sana dan ternyata masih hidup. Tanpa peringatan, bahkan ketika para ! peragu itu memperdebatkannya, Yesus sendiri muncul ditengah-tengah mereka. "Aku bukan hantu", kata-Nya, "Sentuhlah luka Ku." Bahkan pada waktu itu, keraguan masih belum hilang, sampai Yesus beresedia makan sepotong ikan bakar. Hantu makan ikan, fatamorgana tidak bisa membuat makanan itu lenyap.

Selama enam minggu, Yesus senantiasa datang dan lenyap secara tiba-tiba. Penampakan diri-Nya tidak dalam bentuk Roh sehingga bisa mebuat para murid-Nya merasa ketakutan. Yesus menampakkan diri-Nya dalam bentuk tubuh dan daging. Di situ masih ada luka-luka-Nya. Di situ masih ada lubang paku di tangan dan kaki-Nya. Di situ masih ada lubang bekas tombak di lambung-Nya. Di situ masih ada bekas luka di kepala karena dipaksa masuk mahkota duri. Yesus menyesuaikan diri terhadap tingkat keragu-raguan murid-murid-Nya. Terhadap Tomas yang ragu Yesus menampakkan diri-Nya secara khusus, bahkanmempersilahkan Tomas untuk memegang dan meraba. Untuk Petrus, perlu kasih dari seorang! sahabat; yang akhirnya membuat Petrus menjadi seorang pengkhotbah besar. Ayat 33 mencatat "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Mulai ada pengakuan ditengah-tengah keragu-raguan.

Seorang penulis novel terkenal yang bernama John Updike menulis sebuah puisi pendek dengan kata-kata demikian; "Jangan salah, kalau benar Ia bangkit maka itu dalam bentuk tubuh-Nya. Kalau sel-sel larut dan tidak bertaut kembali, molekul-molekul tidak terjalin kembali asam amino tidak menyala kembali, Gereja akan runtuh". Senja di Emaus telah mengobah kegagalan menjadi kemenangan, suatu kemenangan yang berlaku bagi semua orang asal dia mau percaya kepada-Nya. Jikalau cerita dongeng Star Wars, Aladdin, The Lion King dan Hercules kita bisa begitu saja percaya, mengapa kebangkitan Yesus masih kita ragukan? Perlukah Yesus datang seperti Dia datang ke Tomas? Perlukah Yesus memperlihatkan diri-Nya baru anda percaya? Saya rasa tidak perlu. Biarlah Senja di Emaus! bukan merupakan senja kelabu, tetapi suatu senja yang akan memperbaharui kita supaya hari ini, esok dan lusa kita lebih mengenal Dia, lebih percaya pada Dia, bahkan lebih semangat melayani Dia.



*) Penulis saat ini berdomisili di Washington, dapat dihubungi via email saumiman@gmail.com

Dalam Perjalanan ke Emaus

Trisno S Sutanto
Kompas Sabtu, 22 Maret 2008 00:18 WIB
http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.03.22.00185711&channel=2&mn=158&idx=158

Setiap masa Paskah tiba, bagian dari narasi Injil yang selalu menarik bagi saya ditulis oleh Lukas, pengarang yang paling mampu melukiskan dinamika dramatis dari suatu cerita sederhana.
Kisahnya tentang dua murid Yesus yang pergi ke Emaus, meninggalkan Jerusalem, tempat guru mereka mati disalibkan. Kepergian mereka bisa disebut sebagai ”pelarian” dari kepedihan yang terlalu berat untuk ditanggung. Sebab, dengan peristiwa penyaliban di muka umum, seakan- akan seluruh harapan tentang masa depan yang lebih baik, pewartaan mesianistis Yesus tentang ”kerajaan Allah”, punah dan tidak lagi berarti.
Di tengah jalan, tiba-tiba seorang musafir bergabung dan bertanya tentang apa yang sedang mereka percakapkan. Kepada orang asing ini, salah seorang murid, Kleopas namanya (perlu dicatat, Lukas hanya memberi tahu nama seorang murid), meringkaskan sepak terjang Yesus sampai disalibkan, dan pupusnya harapan mereka. ”Imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin bangsa kita menyerahkan dia untuk dihukum mati dan mereka menyalibkan dia!” kata Kleopas. ”Padahal, kami mengharap dialah yang akan membebaskan Israel! Dan hari ini hari ketiga, sejak hal itu terjadi.’
Musafir itu, yang ternyata Yesus sendiri (begitu Lukas memberitahu kita), menegur ketidakpahaman mereka. Sang Mesias yang diharap-harap akan membebaskan Israel dari penjajahan Romawi dan membangun tatanan ”kerajaan Allah” yang tidak akan berakhir, sesuai pemberitaan para nabi pada masa lampau, bukanlah figur seperti yang mereka bayangkan. Ia bukan tokoh politis, mirip aktivis parpol yang suka pergi ke mana-mana membawa janji kosong, atau tokoh karismatis yang menawarkan harapan ideologis di awang-awang. Apalagi, sudah pasti, ia bukan tokoh agama yang gemar membawa pesan moralistis, resep siap pakai dengan imbalan ketaatan buta pengikutnya. Bukan itu jalan Sang Mesias. ”Kalian memang bodoh!” kata Yesus. ”Bukankah Sang Mesias harus mengalami penderitaan itu, lalu baru mencapai kemuliaan-Nya?”
Namun, kedua murid tetap tak mampu melihat siapa sesungguhnya si musafir, orang asing yang justru lebih memahami pesan guru mereka dan kata-katanya telah membuat ”hati kita berkobar-kobar” itu. Sesampai di tujuan, salah seorang murid (Lukas tidak memberitahu siapa) mengajak sang musafir untuk tinggal. ”Tinggallah di tempat kami,” katanya, ”sekarang sudah hampir malam dan sudah mulai gelap.”
Cerita Lukas mencapai klimaksnya ketika sang musafir, yakni Yesus yang sudah bangkit, melakukan perjamuan bersama mereka. Begini Lukas melukiskan klimaks ceritanya, ”Pada waktu duduk makan bersama, Yesus mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah, membelah-belah roti itu dengan tangannya, lalu memberikannya kepada mereka. Kemudian sadarlah mereka bahwa itu Yesus. Tetapi, ia lenyap dari pemandangan mereka.”

Tiga soal penting
Sengaja saya mengutip kisah Lukas dengan agak utuh. Keindahan, kekayaan, dan pesan Lukas justru terletak pada alur dan dinamika narasi yang ia bangun. Misalnya, cara Lukas ”menyembunyikan” identitas Yesus dari para murid—dan membeberkan kepada para pembacanya—menciptakan ketegangan tersendiri. Kita seperti disuguhi lakon di mana kita sudah mengetahui ujungnya, tetapi pada saat bersamaan ikut serta dalam dinamika ketidaktahuan sang aktor.
Orang sering memperdebatkan kebenaran historis peristiwa penampakan Yesus di jalan menuju Emaus. Padahal, kitab-kitab Injil ditulis bukan sebagai catatan biografis rinci tentang figur historis Yesus orang Nazaret karena ia bukan ”orang penting” sama sekali, tetapi sebagai kesaksian iman bahwa Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu adalah Kristus, Sang Mesias yang dinanti- nantikan (dan persis karena itu disebut Injil, ”warta gembira”).
Dalam narasi perjalanan ke Emaus, Lukas mau membeberkan sekaligus tiga soal penting yang tumpang tindih dalam pengakuan iman umat perdana. Pertama, frustrasi batin para murid sepeninggal guru yang mereka ikuti. Kedua, koreksi Lukas atas pemahaman salah mengenai ”jalan Sang Mesias”. Ketiga, perayaan ekaristi sebagai ”bukti” Yesus adalah Mesias. Ketiganya masih mampu menyapa kita sekarang ini.

Menganggap ”tokoh besar”
Perspektif Lukas sebenarnya amat revolusioner pada zamannya. Di tengah situasi penjajahan Romawi yang begitu mencekam, sudah jamak jika banyak tokoh politis, karismatis, bahkan tokoh agama yang bermunculan membawa janji-janji mesianistis. Dan khalayak umum berharap Mesias seharusnya tampil sebagai ”tokoh besar” yang berwibawa, punya kekuasaan, dan mampu menyelesaikan segala persoalan dengan sekejap mata. Bukankah ia ”utusan Allah”?
Lukas menunjukkan persis yang sebaliknya: Sang Mesias, alih-alih muncul sebagai figur mahakuasa, justru memilih ”jalan salib”. Itulah garis yang sudah ditentukan Allah dan dipilih secara sadar oleh Yesus.
Memang, kematian-Nya di kayu salib membuyarkan harapan banyak orang. Tetapi, justru melalui jalan penderitaan itulah Allah memuliakan Dia, dengan membangkitkan-Nya dari jerat kematian. Itu pula jalan yang tersedia bagi para pengikut-Nya. Kedua murid dalam cerita Lukas hanya dapat melihat Yesus ketika ia memecahkan roti dan membagikannya, mengulangi perjamuan terakhir sebelum ia disalibkan.

Kondisi kita
Kadang saya berpikir, Lukas sedang menulis tentang kondisi kehidupan kita sekarang. Di tengah ancaman bencana ekologis yang bersifat global dan harapan yang makin pupus terhadap janji-janji reformasi, tokoh- tokoh karismatis dan aktivis parpol (bahkan agamawan!) akan bermunculan mendaku-diri sebagai mesias. Dan kita cenderung untuk cepat-cepat mengakui, atau melarikan diri ke Emaus saat seluruh harapan buyar.
Dengan caranya, Lukas mengingatkan soal ini. Jalan Mesias adalah jalan penderitaan. Hanya dengan melalui jalan itu kita dapat mencandra tanda-tanda kehidupan yang serba ringkih.
Mungkin benar, di tengah ”pasar mesias” sekarang, apalagi nanti menjelang pemilu, kita perlu menjadi murid kedua (yang tetap anonim itu) dan berkata kepada Yesus, ”Tinggallah di tempat kami, sekarang hari sudah mulai malam”, dan ikut duduk dalam perjamuannya. Selamat paskah.

Trisno S Sutanto Direktur Masyarakat Dialog Antar-agama, Jakarta