Wednesday, November 23, 2011

Izin renovasi gedung gereja


Doakan Jemaat GKSS Pangkep, klasis Mappatuwo, yang mendapat kesulitan merenovasi atap gerejanya yang sudah mau runtuh ...



Thn 1960-an mulai ada komunitas Protestan di kota Pangkep: terutama pegawai, polisi, guru ... Mula-mula sebagai cabang kebaktian Jemaat GKSS Maros, lalu kemudian menjadi jemaat, dan bahkan jemaat induk beberapa jemaat homebase militer di daerah Pangkep.
Kebaktian hari Minggu dapat berlangsung dengan difasilitasi para pejabat : Kepala Pengadilan, Kepala Ktr Telepon, Komandan Polisi, Bupati, dengan memakai beberapa tempat berpindah-pindah, termasuk asrama polisi dan kantor Bupati.

Thn 1985: dibolehkan membangun gedung semi permanen untuk siswa Kristen (semua murid SD dan siswa SMP) dikumpulkan belajar agama dari pendeta, karena belum ada guru agama Kristen di sekolah.
Thn 1989 menjadi gedung gereja/pastori atas izin lisan Bupati;
Thn 2006: sidang sinode GKSS yang disetujui Bupati di lokasi terpencil di hutan milik balai kehutanan (di Tabotabo) terpaksa dipindahkan ke Makassar, karena diprotes kalangan Islam.
Tahun 2011 ada izin lisan Bupati untuk renovasi tiang dan atap bangunan yang sudah keropos dimakan rayap.
Bulan Agustus 2011 ada penolakan masyarakat dan ormas Muslim Kab. Pangkajene dan Kepulauan, dengan tuduhan rumah tinggal disulap jadi gereja. Fihak Dinas PU Kab. Pangkep juga menuntut IMB. Percakapan dengan FKUB minta proses gedung baru: harus mulai dengan persetujuan penduduk sekitar, dst sesuai Peraturan Bersama 2 Menteri No. 9 dan 8 thn 2006.
Majelis Jemaat & Panitia: meminta kepada Bupati supaya diperlakukan sebagai renovasi, bukan izin bangunan baru. Sampai sekarang belum ada jawaban ...

Mazmur 10:12 Bangkitlah, TUHAN! Ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu, janganlah lupakan orang-orang yang tertindas.

Tuesday, November 22, 2011

Sekolah Minggu GKSS

(Luk 18:15-17 ITB)15 Maka datanglah orang-orang membawa anak-anaknya yang kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka. Melihat itu murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
16 Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
17 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."








Foto anak-anak Sekolah Minggu di Soppeng (Klasis Walanae)

Tuesday, November 8, 2011

Lima Poin Calvinisme

Tanggal 9 November 2011 peserta International Conference on Protestant Church Polity in Changing Contexts -- yang diselenggarakan oleh Protestantse Theologische Universiteit te Kampen dan Protestantse Kerk in Nederland, di Utrecht, Negeri Belanda, tgl 7-10 November 2011 -- “berziarah” kota Dordrecht. [Dari Indonesia hadir: Lazarus Purwanto, Roy Alexander Surjanegara, Lia Wth,Jusni Saragih, dan Zakaria Ngelow] Sebagaimana anda (dapat) pelajari dalam sejarah gereja, di kota ini pada tahun 1618-1619 berlangsung persidangan sinode gereja Kalvinis Belanda, yang antara lain menghasilkan dokumen ajaran yang disebut Canons of Dort, yang berisi pokok-pokok ajaran menolak ajaran aliran Remonstran, suatu aliran Kristen yang menekankan peran serta manusia dalam keselamatan. Para pelanjut ajaran Kalvinis kemudian merumuskan pokok-pokok ajaran itu, yang dalam bahasa Inggeris dikenal dengan singkatan TULIP. Berikut suatu rangkuman dalam bahasa Inggeris.

Di bawah ada teks bahasa Indonesia, hasil terjemahan Google, yang masih perlu diluruskan
Semoga berguna,




Five points of Calvinism

http://en.wikipedia.org/wiki/Five_Points_of_Calvinism#Five_points_of_Calvinism

Calvinist theology is sometimes identified with the five points of Calvinism, also called the doctrines of grace, which are a point-by-point response to the five points of the Arminian Remonstrance (see History of Calvinist-Arminian debate) and which serve as a summation of the judgments rendered by the Synod of Dort in 1619. Calvin himself never used such a model and never combated Arminianism directly. In fact, Calvin died in 1564 and Jacob Arminias was born in 1560, and so the men were not contemporaries. The Articles of Remonstrance were authored by opponents of reformed doctrine and Biblical Monergism. They were rejected in 1619 at the Synod of Dort, more than 50 years after the death of Calvin.
The five points therefore function as a summary of the differences between Calvinism and Arminianism, but not as a complete summation of Calvin's writings or of the theology of the Reformed churches in general. In English, they are sometimes referred to by the acronym TULIP (see below), though this puts them in a different order than the Canons of Dort.
The central assertion of these canons is that God is able to save every person upon whom he has mercy, and that his efforts are not frustrated by the unrighteousness or inability of humans.
• "Total depravity": This doctrine, also called "total inability", asserts that as a consequence of the fall of man into sin, every person born into the world is enslaved to the service of sin. People are not by nature inclined to love God with their whole heart, mind, or strength, but rather all are inclined to serve their own interests over those of their neighbor and to reject the rule of God. Thus, all people by their own faculties are morally unable to choose to follow God and be saved because they are unwilling to do so out of the necessity of their own natures. (The term "total" in this context refers to sin affecting every part of a person, not that every person is as evil as possible.) This doctrine is borrowed from Augustine who was a member of a Manichaean sect in his youth.
• "Unconditional election": This doctrine asserts that God has chosen from eternity those whom he will bring to himself not based on foreseen virtue, merit, or faith in those people; rather, it is unconditionally grounded in God's mercy alone. God has chosen from eternity to extend mercy to those He has chosen and to withhold mercy from those not chosen. Those chosen receive salvation through Christ alone. Those not chosen receive the just wrath that is warranted for their sins against God
• "Limited atonement": Also called "particular redemption" or "definite atonement", this doctrine asserts that Jesus's substitutionary atonement was definite and certain in its design and accomplishment. This implies that only the sins of the elect were atoned for by Jesus's death. Calvinists do not believe, however, that the atonement is limited in its value or power, but rather that the atonement is limited in the sense that it is designed for some and not all. Hence, Calvinists hold that the atonement is sufficient for all and efficient for the elect. The doctrine is driven by the Calvinistic concept of the sovereignty of God in salvation and their understanding of the nature of the atonement.
• "Irresistible grace": This doctrine, also called "efficacious grace", asserts that the saving grace of God is effectually applied to those whom he has determined to save (that is, the elect) and, in God's timing, overcomes their resistance to obeying the call of the gospel, bringing them to a saving faith. This means that when God sovereignly purposes to save someone, that individual certainly will be saved. The doctrine holds that every influence of God's Holy Spirit cannot be resisted, but that the Holy Spirit, "graciously causes the elect sinner to cooperate, to believe, to repent, to come freely and willingly to Christ."
• "Perseverance of the saints": Perseverance (or preservation) of the saints (the word "saints" is used in the Biblical sense to refer to all who are set apart by God, and not in the technical sense of one who is exceptionally holy, canonized, or in heaven). The doctrine asserts that since God is sovereign and his will cannot be frustrated by humans or anything else, those whom God has called into communion with himself will continue in faith until the end. Those who apparently fall away either never had true faith to begin with or will return.

Terjemahan Google:

Teologi Calvinis kadang-kadang diidentifikasi dengan lima poin Calvinisme, juga disebut doktrin anugerah, yang merupakan respons titik-demi-point ke lima poin dari bantahan Arminian (lihat Sejarah Calvinis-Arminian debat) dan yang berfungsi sebagai penjumlahan dari penilaian yang diberikan oleh Sinode Dort tahun 1619. Calvin sendiri tidak pernah digunakan seperti model dan pernah diperangi Arminianisme secara langsung. Bahkan, Calvin meninggal pada 1564 dan Yakub Arminias lahir di 1560, sehingga orang itu tidak sezaman. Anggaran bantahan yang ditulis oleh penentang doktrin direformasi dan Monergism Alkitab. Mereka ditolak tahun 1619 di Sinode Dort, lebih dari 50 tahun setelah kematian Calvin.
Oleh karena itu lima poin berfungsi sebagai ringkasan dari perbedaan antara Calvinisme dan Arminianisme, tetapi bukan sebagai penjumlahan lengkap tulisan-tulisan Calvin atau teologi gereja-gereja Reformed pada umumnya. Dalam bahasa Inggris, mereka kadang-kadang disebut dengan singkatan TULIP (lihat di bawah), meskipun ini menempatkan mereka dalam urutan yang berbeda dari Kanon Dort.
Penegasan utama dari kanon adalah bahwa Allah mampu menyelamatkan setiap orang kepada siapa ia memiliki belas kasihan, dan bahwa usahanya tidak frustrasi oleh kejahatan atau ketidakmampuan manusia.
• "kebejatan total": Doktrin ini, juga disebut "ketidakmampuan total", menegaskan bahwa sebagai konsekuensi dari kejatuhan manusia ke dalam dosa, setiap orang lahir ke dunia ini diperbudak untuk melayani dosa. Orang tidak oleh alam cenderung untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, atau kekuatan, tetapi semua cenderung untuk melayani kepentingan mereka sendiri atas orang-orang dari tetangga mereka dan menolak aturan Allah. Jadi, semua orang oleh fakultas mereka sendiri secara moral tidak dapat memilih untuk mengikuti Tuhan dan diselamatkan karena mereka tidak mau melakukannya karena kebutuhan kodrat mereka sendiri. (Istilah "total" dalam konteks ini mengacu pada dosa mempengaruhi setiap bagian dari seseorang, tidak bahwa setiap orang adalah sebagai jahat mungkin.) Doktrin ini dipinjam dari Agustinus yang merupakan anggota sebuah sekte Manichaean di masa mudanya.
• "pemilihan tak bersyarat": Doktrin ini menegaskan bahwa Allah telah memilih dari kekekalan mereka yang ia akan membawa dirinya tidak didasarkan pada kebajikan diramalkan, jasa, atau iman orang-orang, melainkan adalah tanpa syarat didasarkan pada kemurahan Allah saja. Allah telah memilih dari kekekalan untuk memperluas rahmat kepada mereka dan Ia telah memilih untuk menahan rahmat dari mereka yang tidak dipilih. Mereka yang terpilih menerima keselamatan melalui Kristus saja. Mereka tidak dipilih hanya menerima murka yang dijamin untuk dosa-dosa mereka terhadap Allah
• "Penebusan terbatas": Juga disebut "penebusan khusus" atau "penebusan yang pasti", doktrin ini menegaskan bahwa Yesus adalah penebusan dosa yang pasti dan tertentu dalam desain dan prestasi. Ini berarti bahwa hanya dosa-dosa umat pilihan itu ditebus oleh kematian Yesus. Calvinis tidak percaya, bagaimanapun, bahwa penebusan terbatas dalam nilai atau kekuasaan, melainkan bahwa penebusan terbatas dalam arti bahwa itu dirancang untuk beberapa dan tidak semua. Oleh karena itu, Calvinis berpendapat bahwa penebusan cukup untuk semua dan efisien untuk umat pilihan. Doktrin ini didorong oleh konsep Calvinis tentang kedaulatan Allah dalam keselamatan dan pemahaman mereka tentang sifat penebusan.
• "kasih karunia Ditolak": Doktrin ini, juga disebut "kasih karunia berkhasiat", menegaskan bahwa kasih karunia penyelamatan Allah secara efektif diterapkan untuk orang-orang yang ia telah bertekad untuk menyelamatkan (yaitu, memilih) dan, dalam waktu Tuhan, mengatasi perlawanan mereka untuk mematuhi panggilan Injil, membawa mereka ke iman yang menyelamatkan. Ini berarti bahwa ketika Tuhan berdaulat tujuan untuk menyelamatkan seseorang, individu yang pasti akan diselamatkan. Memegang doktrin bahwa setiap pengaruh Roh Kudus Allah tidak bisa ditolak, tetapi bahwa Roh Kudus, "anggun menyebabkan orang berdosa memilih untuk bekerja sama, untuk percaya, untuk bertobat, untuk datang bebas dan sukarela kepada Kristus."
• "Ketekunan orang-orang kudus": Ketekunan (atau pelestarian) dari orang-orang kudus (kata "orang kudus" digunakan dalam arti Alkitab untuk merujuk kepada semua yang diatur terpisah oleh Tuhan, dan bukan dalam arti teknis dari satu yang sangat suci, dikanonisasi, atau di surga). Doktrin ini menegaskan bahwa karena Allah berdaulat dan kehendak-Nya tidak dapat frustasi oleh manusia atau apa pun, mereka yang Allah telah memanggil ke dalam persekutuan dengan dirinya sendiri akan terus dalam iman sampai akhir. Mereka yang tampaknya terjatuh baik tidak pernah iman yang benar untuk memulai dengan atau akan kembali.

Monday, November 7, 2011

Berjuang Mewujudkan Perdamaian dan Keadilan

http://pgi.or.id/article/82664/berjuang-mewujudkan-perdamaian-dan-keadilan.html

Konsultasi Teologi Nasional PGI di Wisma Bahtera, Cipayung (31 Oktober – 4 November 2011) telah berakhir. Para teolog, yang telah mengeluarkan tenaga dan pikirannya, telah menghasilkan rumusan rencana tindakan bagi gereja-gereja, umat Kristen di Indonesia, dan akademisi teologi.
Selengkapnya hasil rumusan Konsultasi Teologi Nasional PGI dapat dibaca di sini:

BERJUANG MEWUJUDKAN PERDAMAIAN DAN KEADILAN
Konsultasi Teologi Nasional Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia
Wisma Bahtera, Cipayung (31 Oktober – 4 November 2011)

1. PENGANTAR
Saatnya telah tiba bagi gereja-gereja Indonesia, bersama dengan seluruh bangsa Indonesia, untuk menegaskan ulang kehidupan-bersama sebagai masyarakat yang majemuk, demi menuju masa depan yang penuh dengan damai sejahtera, sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Penegasan ulang kehidupan-bersama ini merupakan tindakan iman yang berakar pada keyakinan kepada Allah, yang dengan penuh kesetiaan berkarya bagi dunia yang diciptakan-Nya dan dicintai-Nya melalui Yesus Kristus, Kepala Gereja dan Juruselamat, serta di dalam kuasa Roh Kudus yang menghidupi seluruh ciptaan. Tindakan iman ini menjadi sebuah komitmen umat Kristen kepada bangsa Indonesia untuk ikut-serta merawat dan memperkaya kehidupan-bersama. Komitmen ini juga mendorong umat Kristen Indonesia untuk mengusahakan kehidupan-bersama tersebut di dalam persaudaraan dengan semua elemen bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai suku, agama, dan kelompok-kelompok sosial-kultural lain.
Bertolak dari komitmen tersebut, kami, peserta Konsultasi Teologi Nasional, telah berusaha bersama-sama berbagi pengalaman dan cerita, mendengarkan dengan segenap hati berbagai penderitaan yang dialami oleh anak bangsa, serta memahami dengan segala keterbatasan kami akar-akar persoalan kehidupan-bersama bangsa Indonesia. Keprihatinan ini telah kami gumuli bersama-sama melalui Konsultasi Teologi Nasional Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, yang berlangsung di Wisma Bahtera, Cipayung, pada tanggal 31 Oktober sampai dengan 4 November 2011. Konsultasi yang dilaksanakan dengan tema, “Berteologi dalam Konteks: Meretas Jalan menuju Perdamaian, Keadilan, dan Keutuhan Ciptaan,” diikuti oleh 168 orang dari seluruh Indonesia.
Dari seluruh proses konsultasi tersebut, kami menyatakan keyakinan, pergumulan sekaligus pengharapan kami berkaitan dengan martabat manusia, perdamaian, dan keadilan antargereja dan antaragama, tanggapan atas kebijakan ekonomi Indonesia, serta undangan bagi gereja-gereja dan pendidikan teologi untuk kembali kepada kehidupan.

2.MENEGASKAN ULANG MARTABAT MANUSIA
Umat Kristen Indonesia diperhadapkan pada kenyataan terjadinya perendahan martabat manusia dan pelanggaran hak asasi dalam segenap aspek kehidupan. Kami menyaksikan dan mengalami berbagai tindak kekerasan, seperti penindasan perempuan, penelantaran anak-anak dan usia lanjut, pengabaian aspirasi kaum muda, penolakan untuk hidup bersama dengan mereka yang berbeda (agama, suku, ideologi, orientasi seksual, dan sebagainya), pengingkaran hak-hak dasar masyarakat adat, serta perusakan lingkungan yang mengancam kehidupan. Keadaan ini diperparah oleh kerakusan sebagai salah satu roh zaman ini yang mendorong kecenderungan manusia untuk hanya memikirkan dirinya sendiri, yang sering kali berakibat pada pengabaian terhadap sesama ciptaan.
Kami menyaksikan juga semakin sistemiknya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, yang terjadi di berbagai aspek kehidupan-bersama. Semua usaha untuk memperkaya diri sendiri ini semakin memperparah proses pemiskinan bagi banyak rakyat Indonesia. Kami menyaksikan betapa ketidakadilan ini semakin lama semakin dianggap lumrah. Sanksi sosial dan kepastian hukum tidak berlaku lagi. Sebagian anggota masyarakat dan pemerintah bahkan membiarkan keadaan ini terus berlangsung.
Di tengah-tengah kenyataan ini, kami mengakui bahwa umat Kristen, sebagai bagian dari bangsa Indonesia, sering kali gagal mewartakan Injil perdamaian dan keadilan dan bahkan kerap menjadi pelaku dari proses perendahan martabat manusia.
Kami mengakui bahwa martabat setiap manusia di dalam dirinya diberikan oleh Allah Pencipta. Umat Kristen memahami kebenaran ini melalui Yesus Kristus, serta dialami di dalam kuasa Roh Pemberi Kehidupan. Tujuan hidup manusia adalah untuk mengambil bagian ke dalam kehidupan yang Allah berikan kepada seluruh ciptaan.
Tanpa hubungan dengan Allah, manusia tergoda untuk memusatkan hidup kepada dirinya sendiri dan dengan demikian mengalami perendahan martabat hidup. Dosa merupakan sebuah realitas yang nyata di mana hubungan antara manusia dan Allah rusak, yang berakibat pula pada rusaknya gambar-diri manusia, hubungan antara manusia dan sesamanya, dan hubungan dengan seluruh ciptaan lainnya.
Pemulihan hubungan tersebut dimungkinkan oleh karya pendamaian Yesus Kristus, Sang Gambar Allah, di dalam kuasa Roh Kudus. Kehidupan yang baru tersebut terwujud secara nyata melalui kehidupan-bersama yang diwarnai oleh perdamaian dan keadilan yang berwawasan keutuhan ciptaan. Inilah pusat dari Injil Yesus Kristus.
Sebagai persekutuan orang-orang percaya, gereja merupakan salah-satu tanda kehadiran dari misteri ilahi, yang mengundang seluruh ciptaan untuk mengambil bagian ke dalam karya perdamaian dan keadilan. Oleh karena itu, sebagai bagian dari misi Allah bagi dunia, misi gereja harus dikerjakan dalam kerjasama yang saling menghargai dengan kelompok-kelompok lain. Keterlibatannya dengan dunia memberi kemungkinan ganda bagi gereja, baik untuk menghadirkan Injil, maupun untuk terjatuh ke dalam dosa dan kesalahan dunia. Itu sebabnya, gereja harus sungguh-sungguh menggantungkan diri pada anugerah Allah dan menaati undangan pertobatan untuk kembali kepada panggilannya.
Umat Kristen Indonesia dipanggil untuk berani menyampaikan suara kenabian yang kritis di tengah realitas perendahan martabat manusia, tanpa kehilangan kesediaannya untuk melakukan proses transformasi dan koreksi diri atas pemahaman dan praktik hidup yang berlawanan dengan nilai-nilai Injil yang berpusat pada kehidupan. Umat Kristen Indonesia perlu mempertegas keberpihakannya pada mereka yang direndahkan martabatnya, yang dikerjakan secara dialogis dan tanpa kekerasan dengan berbagai kelompok masyarakat.

3.MERAYAKAN KEHIDUPAN-BERSAMA
Kami menyaksikan bahwa angka pertumbuhan dan pertambahan gereja telah meningkat pesat belakangan ini. Kini, tak semata-mata hanya ada PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia), melainkan juga persekutuan-persekutuan antargereja lain, yang mulai saling mengakui dan menerima. Gerakan oikoumenis gereja-gereja di Indonesia, dalam komitmen untuk merayakan kehidupan-bersama, bahkan telah menghasilkan dokumen Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM-PGI). Dokumen ini merupakan tonggak penting gerakan keesaan gereja di Indonesia agar tidak semata-mata bergerak ke arah dirinya sendiri atau kelompoknya sendiri. Perspektif oikoumenis ini tak dapat dilepaskan dari pengakuan akan adanya pluralitas teologi, tradisi dan praktik bergereja. Apa pun latar belakang denominasinya, gereja-gereja dipanggil untuk semakin menyatakan hakikatnya sebagai satu “tubuh Kristus.”
Namun, pengingkaran terhadap keberagaman dan perbedaan denominasi serta praktik bergereja masih berlangsung. Perbedaan pemahaman mengenai baptisan dan perpindahan warga ke gereja lain merupakan dua dari banyak contoh yang bisa membuat hubungan antargereja menjadi tegang. Kerjasama oikoumenis masih terbatas pada kegiatan-kegiatan seperti pertukaran pelayan mimbar, perayaan Paska dan Natal bersama, serta kehadiran dalam pertemuan atau konsultasi-konsultasi. Kerjasama yang lebih signifikan dan strategis masih sangat terbatas dan perlu ditingkatkan.
Di lingkungan agama-agama, keberadaan kelompok garis-keras memperlihatkan bahwa keberagaman agama-agama masih ditolak. Memang, sebagian besar orang mengakui adanya keberagaman identitas sosial, sekalipun diterima secara terbatas. Keberagaman dan perbedaan diakui, namun dilihat dengan sikap curiga dan merasa terancam, sehingga tak terjadi pergaulan yang saling memperkaya. Larangan beribadah dan penutupan rumah ibadah secara paksa oleh kelompok garis keras semakin banyak terjadi.
Kami mengecam campur-tangan negara ke dalam ranah kehidupan beragama, sebagaimana dicontohkan dari kasus-kasus perumusan dan pelaksanaan perda-perda bermuatan agama yang diskriminatif dan pelarangan agama-agama atau kelompok-kelompok agamawi yang tidak dianggap resmi oleh pemerintah. Umat Kristen Indonesia, bersama-sama dengan umat beragama lain, perlu menuntut penyelenggara negara untuk memenuhi tugas konstitusionalnya untuk menjamin kebebasan beragama, beribadah, dan mendirikan tempat beribadah.
Kami berjuang dan mendukung segala usaha untuk mengembangkan sikap proaktif dan positif dalam memahami umat beragama lain, membangun sikap hormat terhadap umat beragama lain, dan saling bekerjasama demi kebaikan bersama. Tembok-tembok pemisah dengan kelompok-kelompok yang berbeda harus diubah menjadi jembatan yang membawa perdamaian. Kami percaya bahwa pada dasarnya agama-agama mengajarkan kesetaraan, cinta-kasih, keadilan, dan perdamaian.

4. MENUJU EKONOMI YANG ADIL DAN MEMANUSIAKAN MANUSIA
Keadaan ekonomi pada satu generasi terakhir menunjukkan bahwa kesejahteraan manusia Indonesia secara umum terus membaik dan bahwa sebagian warga Indonesia bahkan menjadi sangat sejahtera, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa masih sangat banyak rakyat Indonesia yang kurang atau bahkan tidak berhasil menikmati buah-buah pembangunan ekonomi. Fakta bahwa satu dari dua orang Indonesia masih berpenghasilan di bawah dua dollar per hari membuktikan bahwa kebijakan pembangunan Indonesia selama ini masih tidak berpihak kepada orang-orang miskin. Masih banyak kantong-kantong kemiskinan yang terabaikan.
Kami menyaksikan banyak kebijakan yang lebih ditujukan untuk memfasilitasi kemajuan pertumbuhan ekonomi rakyat yang sudah sejahtera daripada mendorong pelebaran kesempatan bagi rakyat yang miskin untuk mengangkat diri mereka dari kemiskinan.
Sehubungan dengan ekonomi, teologi Kristen berpijak pada ketegangan di antara dua kutub pengalaman manusia, yaitu kenyataan kemiskinan yang meluas dan harapan kesejahteraan untuk semua orang. Sehubungan dengan kemiskinan, secara eksplisit Allah memerintahkan para pemimpin rakyat untuk “melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas … orang lemah, dan orang miskin”(Mzm. 72:12-14). Bahkan, secara spesifik, semua orang dilarang untuk “memeras pekerja harian yang miskin dan menderita” (Ul. 24:14). Dalam hal kesejahteraan, Allah menghendaki seluruh umat-Nya hidup di dalam kesejahteraan bersama dan mengupayakannya (bdk. Ul. 4:37-40; Yer. 29:7).
Kami mendesak para penyelenggara negara untuk mempertahankan, menciptakan, menerapkan, dan melanjutkan kebijakan-kebijakan ekonomi di tingkat nasional dan daerah yang memberi kesempatan yang sama bagi semua rakyat Indonesia dan berpihak kepada kelompok-kelompok rakyat yang paling miskin. Pemihakan ini harus dilakukan melalui dibukanya kesempatan seluas mungkin kepada orang miskin untuk menggapai kesejahteraan yang setinggi-tingginya.
Kami percaya bahwa semua orang berhak memperjuangkan kesejahteraan mereka sendiri, selama tidak merugikan ciptaan lain. Bersamaan dengan itu, kami mendesak kepada para penyelenggara negara untuk menghapuskan dan tidak membuat kebijakan-kebijakan yang menghambat pemerataan kesejahteraan dan yang secara diskriminatif hanya menguntungkan segolongan pihak, sementara banyak rakyat miskin menjadi korban.
Kami menyerukan kepada umat Kristen Indonesia untuk menyatakan sikap pemihakan yang jelas bagi orang miskin, sikap kritis terhadap proses perumusan dan pemberlakuan kebijakan ekonomi, serta sikap hidup yang jujur, hemat, dan kerja keras. Seluruh sikap tersebut harus terwujud di dalam kehidupan pribadi, keluarga, komunitas, masyarakat, dan negara. Kami menegaskan perlunya sikap waspada atas dampak-dampak negatif dari sistem ekonomi pasar bebas dan kapitalisme.

5. UNDANGAN UNTUK MEMIHAK KEHIDUPAN
Kami mengakui bahwa gerakan oikoumene (kebersamaan antargereja) yang dikembangkan di Indonesia ternyata baru sebatas kegiatan-kegiatan seremonial, namun belum terwujud ke dalam karya-karya sosial yang menjawab kebutuhan gereja dan masyarakat. Keadaan ini lebih diperparah dengan makin maraknya perpecahan yang terjadi di dalam tubuh gereja. Keadaan ini tidak bisa dilepaskan dari pendidikan teologi yang kurang merespons kebutuhan aktual warga gereja dan memelopori perkembangan teologi yang kontekstual.
Allah berpihak kepada kehidupan bagi semua ciptaan-Nya, terutama mereka yang menderita, tersisih, dan tertindas. Dalam konteks Indonesia, respons kasih kepada sesama harus diarahkan kepada orang miskin, penganut agama-agama yang tertindas, daerah-daerah tertinggal dan perbatasan, pekerja migran, orang berkebutuhan khusus, korban bencana alam, orang yang hidup dengan HIV/AIDS, LGBT (lesbian, gay, biseksual, transjender/transseksual), kaum perempuan yang mengalami diskriminasi dan penindasan, para korban perdagangan manusia, dan masih banyak lagi. Kepedulian terhadap lingkungan yang sekaligus menjadi sumber penunjang kehidupan perlu diarahkan kepada pencegahan pengrusakan hutan tropis, pemunahan margasatwa, eksploitasi sumberdaya alam, polusi, dan pemanasan global.
Upaya untuk mengatasi dan merespons permasalahan tersebut membutuhkan cara berteologi yang baru, yang berkaitan dengan semangat oikoumenis dalam relasi dengan sesama ciptaan. Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM-PGI) yang sudah disepakati bersama dapat menjadi kerangka acuan bagi gerakan oikoumenis. Untuk itulah, kami percaya bahwa semua warga gereja, khususnya generasi muda, perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan semangat oikoumenis melalui berbagai cara.
Perguruan teologi merupakan agen utama dalam mensosialisasikan dan mengembangkan cara-cara berteologi yang baru, sejalan dengan teologi sebagai ilmu yang terbuka untuk semua orang. Untuk itu, kami menyerukan agar perguruan teologi merevisi dan mengembangkan kurikulum yang dapat mengakomodasi perubahan yang sedang berlangsung. Dalam konteks ini perlu dikembangkan juga teologi feminis, teologi lingkungan, dan teologi agama-agama.