sumber: Kitab Wahyu: Pendahuluan, Argumen dan Garisbesar, oleh Daniel B. Wallace
[http://bible.org/article/kitab-wahyu-pendahuluan-argumen-dan-garisbesar]
D. Latarbelakang dan Tujuan
1. Latarbelakang
Latarbelakan tulisan ini sangat mungkin terjadi saat penganiayaan gencar terjadi pada orang-orang Kristen (1:9). Jika ini berkaitan dengan penganiayaan yang dilakukan oleh Domitianic, maka Penilik Patmos ini akan berpikir sampaikapan eskaton itu akan terjadi. Kemungkinan besar ia menyakini bahwa penganiayaan yang ia alami menunjukkan bahwa akhir zaman itu telah sangat dekat. Saat itu berakhir, ada satu gelombang penggenapan (sama seperti saat Hadrian meratakan Yerusalem pada 135 CE akan menjadi gelombang ketiga, dst.). Namun harapan eskatologis selalu ada dalam tulisan-tulisan PB—khususnya dalam masa-masa sulit, sama seperti pentingnya kesabaran yang selalu diperlukan.
2. Tujuan
Kitab Wahyu ditujukan untuk mendorong orang percaya dalam penganiayaan di zaman Romawi, dengan mengungkapkan bahwa Mesias mereka masih memegang kendali dan pada akhirnya akan menjadi pemenang. Dikaitkan dengan keadaan di zaman sekarang, meski saya meyakini posisi futuris ada banyak kebenaran dalam posisi preteris. Paling tidak Yohanes menggunakan keadaan di zamannya sebagai referensi awal dalam interpretasi teksnya, dan lebih dari itu, ia sendiri mungkin menulis tulisannya dengan cara seperti itu karena ia berpikir akhir zaman telah sangat dekat. Sejalan dengan tujuan ini, maka orang yang menafsirkan Wahyu dengan satu aliran saja akan kehilangan banyak yang disiratkan dalam kitab ini.18
E. Aliran-aliran Interpretasi19
Ada empat aliran interpretasi (dalam hal skema kronologi kitab Wahyu, bukan dalam hal aliran eskatologi semata): preteris, historis, futuris, dan idealis.
(1) Pendekatan preteris percaya bahwa “Wahyu hanyalah satu gambaran keadaan kekaisaran abad pertama.”20 Meski, seperti yang telah kami jelaskan, kita tidak bisa memisahkan interpretasi kitab ini dari latarbelakangnya (dengan demikian ada kebenaran dalam pendekataan ini), namun pandangan seperti ini tidak bisa dengan memadai menjelaskan semua data dalam kitab Wahyu, karena pengarangnya menyatakan dengan gamblang bahwa kitab ini adalah tulisan yang menjelaskan masa depan (cf. 4:1).
(2) Pendekatan historis (atau historikis-berlanjut) “melihat kitab Wahyu sebagai satu presntasi simbolis keseluruhan sejarah gereja sejak awal abad pertama hingga akhir zaman.”21 Namun ada beberapa persoalan dengan pandangan ini. “Pertama, identifikasi yang pasti atas kejadian-kejadian sejarah dengan simbol-simbolnya tidak pernah bisa lengkap dibuat, bahkan setelah kejadian-kejadian tersebut terjadi…. Kedua, para penafsir aliran historikal tidak pernah bisa dengan memuaskan menjelaskan mengapa satu nubuatan umum harus dibuat menguntungkan kekaisaran Roma bagian barat…. Ketiga, kalau memang pendekatan historis-berlanjut benar, maka prediskinya akan cukup mudah agar para pembacanya [yang mula-mula] bisa memahami apa maksudnya [cf. 22:10].”22
(3) Pendekatan futuris berpendapat bahwa “semua versi dari Wahyu 4:1 hingga bagian akhir kitab ini akan nanti digenapi pada periode segerea sebelum dan mengikuti kedatangan Kristus yang kedua.”23 Pendekatan ini adalah yang paling memuaskan karena (1) kemungkinan bahwa 1:19 dimaksudkan untuk menjadi garisbesar kitab ini; (2) terminus ad quem atas kedatangan Kristus yang kedua sebenarnya mendukung hal in, karena “saat kejadian-kejadian ini mengarah pada terminus ini dalam suksesi yang dekat, orang akan mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan berkata bahwa banyak dari kejadian ini masih harus terjadi di mas depan karena penggenapannya belum terjadi dan karena simbol-simbolnya nampaknya merupakan pergantian kejadian-kejadian yang terjadi dengan cepat dan bukan merupakan satu proses yang lama”;24 dan (3) “semakin seseorang menggunakan interpretasi literal, maka semakin ia akan menjadi seorang futuris.”25
(4) Pendekatan idealis beanggapan, “Wahyu mewakili konflik abadi antara kebaikan dan kejahatan yang berlangsung di sepanjang masa, meski dalam hal ini hal itu memiliki aplikasi tertentu bagi zaman gereja.”26 Namun sama seperti pandangan aliran preteris, pendekatan ini mengabaikan elemen prediktif dalam kitab ini. Singkatnya, “pandangan idealist memang memiliki banyak kebenaran. Kesalahannya tidak terdapat dalam apa yang ditegaskannya melainkan banyak dalam apa yang dibantahnya.”27
Pendakatan kita terhadap kitab Wahyu pada dasarnya adalah dari perspektif futuris, meski aliran preteris dan idealis tidak bisa sepenuhnya dikesampingkan karena nampaknya juga ini merupakan bagian dari tujuan pengarangnya.
Catatan:
18 Sebenarnya, ada kebenaran dalam pandangan idealist, karena pada eskaton yang terakhir, pergumulan antara kebaikan dan kejahatan akan sirna, sebagai satu contoh nyata, atas apa yang selalu dikaitkan dalam perjuangan seperti itu pada prinsipnya.
19 Dalam menghadapi hal ini, lihat M. C. Tenney, Interpreting Revelation, 136-46. Komentar kami disini perlu lebih ringkas.
20 Tenney, ibid., 136.; 21 Ibid., 137.; 22 Ibid., 138-39.; 23 Ibid., 139.; 24 Ibid., 142.; 25 Ibid.; 26 Ibid., 143.; 27 Ibid.