by Jenifer Astin S. Ladja on Saturday, April 7, 2012
at 11:43am ·
Dengan nafas terengah-engah dan
jantung yang berdegup kencang aku mencoba terus berlari dan berlari menyusuri
jalan-jalan kota. Mengejar sebuah peristiwa yang tak asing dan sekaligus
juga tak lazim. Kota yang biasanya padat riuh karena minggu paskah, kini
lengang.
Aku terus mengejar kerumunan
orang-orang yang sudah mulai nampak. Meski dengan kaki yang sudah terluka. Seseorang akan disalib!
Ini memang bukan hal yang baru, tapi entah mengapa kali ini rasanya ada yang berbeda dari penyaliban yang biasanya. Aku mengenalnya, memang tidak pernah bercakap secara langsung, tapi aku selalu melihatnya.
Ini memang bukan hal yang baru, tapi entah mengapa kali ini rasanya ada yang berbeda dari penyaliban yang biasanya. Aku mengenalnya, memang tidak pernah bercakap secara langsung, tapi aku selalu melihatnya.
Aku berada di bukit ketika Ia
mengajarkan orang-orang tentang Kerajaan Sorga. Bahkan, Aku menikmati roti dan
ikan yang Ia bagikan bagi kami, juga saat ia melakukan mukjizat-mukjizat.
Di pasar, banyak orang Yahudi
berbisik bahwa “Ia adalah Mesias” yang akan membawa orang Israel pada
kemerdekaan. Ia adalah Mesias yang telah dinantikan.
Tak lama berselang aku mendengar
berita bahwa para tentara Romawi akan menangkapnya karena ia akan membahayakan
posisi kaisar dan ia melakukan perlawanan kepada Kaisar dengan menyebut dirinya
mesias. Akhirnya, hari ini terjadi.
Seluruh kota hening. Masih nampak
telapak-telapak kaki kuda tentara romawi. Dan cucuran darah yang merah amis dan
pilu. Hampir pukul 12 siang, namun langit sama sekali tak secerah yang
seharusnya. Melainkan Gelap! Kelam!
.........
Itu dia! Aku telah melihatnya dari
kejauhan dan mencoba semakin dekat melewati kerumunan orang-orang. Aku
melihat seorang perempuan tua menangis di sana. Terluka! Di dekat kaki
salibnya. Merana, tak berdaya. Ingin merontah, tapi tak mampu,
hanya bisa menangis dan menangis tiada henti.
Luka-luka pada sekujur tubuhnya dan
tangan serta kaki yang terpaku sungguh memilukan! Aku mengenalnya sebagai orang
yang baik. Seorang di sampingku berbisik, muridnya menyerahkan dia kepada
tentara Romawi dengan 30 keping perak.
Tapi... Mengapa orang ini? Mengapa
ia nampak begitu pasrah? Mengapa ia membiarkan dirinya dicerca? Mengapa ia tak
menunjukkan kekuatannya? Kekuatan yang sama ketika ia menyembuhkan banyak
orang dan ketika ia melakukan banyak mukjizat.
Di mana? Dimana keberaniannya ketika
ia berdebat dengan orang farisi dan ahli taurat? Di mana nyalinya ketika
ia membela ketidakadilan yang terjadi di halaman bait Allah yang berubah jadi
pasar? Di mana, di mana ketegasannya ketika harus berhadapan dengan orang-orang
yang membawa perempuan yang berzinah kepadanya?
Mengapa salib itu membuat ia
diam..tak berdaya.. dan memalukan?
Langit makin gelap! Golgota
mencekam! Dan hati bergolak! Apa sebenarnya salib itu baginya?
------
Pada salib itu, aku melihat;
Diskriminasi, aku melihat Segala bentuk ketidakadilan, aku melihat
Marjinalisasi, Kekerasan, Penindasan dan segala penderitaan manusia.
Apakah ia membiarkan dirinya memikul
semua itu? Ya, bersamanya ia menyalibkan segala bentuk kejahatan dan dosa.
Rupanya, ia tidak selemah seperti
yang kukira pada awalnya. Kekuatannya yang sesungguhnya ia nampakkan
dalam perjuangan yang hening untuk mengangkat dan mengembalikan harkat dan
martabat manusia.
Salib itu merobohkan segala jarak;
antara yang transenden dan imanen, antara yang ilahi dan manusiawi. Antara yang
kaya dan yang miskin, antara yang lemah dan yang kuat, antara budak dan orang
merdeka.
Salib merobohkan segala jarak dan
keangkuhan!!
Melalui salib, ia memberi dirinya
demi martabat kemanusiaan.
Jenifer,
6/7 April 2012
No comments:
Post a Comment